Blogroll

Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun".
"Barangsiapa dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan PEMAHAMAN AGAMA kepadanya.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

Pages

Senin, 13 Juni 2011

Mengadzani Bayi yang Baru Lahir




Pertanyaan :
Assalamualaikum,
Baru-baru ini saya pernah mendengar dari teman bahwa hadits tentang membacakan adzan dan iqomah untuk bayi yang baru lahir itu dhaif padahal sebelumnya saya membaca pada banyak buku-buku termasuk bukunya Ibnu Qoyim al Jauziah bahwa hal itu merupakan sunnah yang diajarkan Rosululloh. Bagaimanakah hukum sebenarnya dari permasalahan di atas dan bagaimana kita mensikapinya?

Aris Budianto

Jawab :
بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد؛
Wa'alaikumussalaam,
Hukum mengadzani bayi yang baru lahir

Mengadzani bayi yang baru lahir merupakan perbuatan yang diperselihkan para ulama, diantara mereka ada yang membolehkan berdasarkan hadits-hadits dibawah ini:
 جاء من طريق عاصم بن عبيد الله عن عبيد الله بن أبي رافع عن أبيه قال: (رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أذن في أذن الحسن بن علي حين ولدته فاطمة بالصلاة) [أخرجه الترمذي, وأبو داود, وأحمد]
 Telah datang dari jalan ‘Ashim bin Ubaidillah dari Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari ayahnya berkata: (aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengadzani ditelinga Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya) [Hadits dikeluarkan Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad]

Abu Isa (Turmudzi) berkata: “ ini hadits hasan shahih “

Namun ini perlu diteliti, karena riwayat ini hanya dari jalannya ‘Ashim dari Ubaidillah dan kebanyakan para ulama melemahkannya.

Ibnu Uyainah berkata: “dahulu para masyayikh berhati-hati dari haditsnya ‘Ashim bin Ubaidillah”.

‘Ali bin Madini berkata: “aku mendengar Abdur Rahman bin Mahdi sangat mengingkari haditsnya ‘Ashim bin Ubaidillah”.

Abu Hatim berkata: “dia adalah mungkar haditsnya, serta penuh pergolakan, tidak memiliki hadits yang dijadikan sandaran”.

An-Nasaie berkata: kami tidak mengetahui bahwa Malik meriwayatkan dari seseorang yang terkenal lemah kecuali dari ‘Ashim bin Ubaidillah sebab beliau meriwayatkan satu hadits darinya”.

وأخرج البيهقي في الشعب من حديث الحسن بن علي عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (من ولد له مولود فأذن في أذنه اليمنى وأقام في أذنه اليسرى, رفعت عنه أم الصبيان).


Dan begitu juga dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari haditsnya Hasan bin Ali dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: (barang siapa yang dikaruniai anak lalu mengadzaninya ditelinga kanannya dan mengqamatinya ditelinga kirinya, maka jin perempuan tidak akan mengganggunya).

 وأخرج أيضاً من حديث أبي سعيد عن ابن عباس: (أن النبي صلى الله عليه وسلم أذن في أذن الحسن بن علي يوم ولد وأقام في أذنه اليسرى).


Demikian pula dikeluarkan dari haditsnya Abu Sa’id dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma: (bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mengadzani ditelinga Hasan bin Ali dihari kelahirannya dan mengqamati ditelinga kirinya).

Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “pada sanad keduanya lemah”[ Tuhfatul Wadud Fii Ahkaamil Maulud hal: 21].

Demikian pula diriwayatkan dalam Musnad Abi Ya’laa Al Maushili dari Husain dengan sanad marfu’.

Al Manawi berkata dalam “Syarah Jami’ Shaghir”: sanadnya lemah.

Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz bahwa beliau: “dahulu mengadzani ditelinga kanan, dan qamat ditelinga kiri apabila dikaruniai anak”.
 
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam “ Talkhishul Habir”: saya tidak melihatnya secara musnad darinya, dan Ibnu Mundzir telah menyebutkan darinya, dan telah diriwayatkan darinya secara marfu’, Ibnu Sunni telah mengeluarkannya dari haditsnya Husain bin Ali dengan lafadz: (barang siapa yang dikaruniai anak lalu mengadzaninya ditelinga kanannya, dan mengkamatinya ditelinga kirinya tidak akan diganggu oleh Ummu Shibyan) yaitu: jin wanita yang mengikutinya.[4/273].

Al Hafidz Abul ‘Alaa Al Mubarakfuri rahimahullah berkata: “perkataannya: amal sesuai dengannya” yakni: sesuai dengan hadits Abu Rafi’ mengenai adzan ditelinga anak yang baru dilahirkan. Jika anda katakan: bagaimana amal sesuai dengannya padahal haditsnya lemah, karena dalam sanadnya: ada ’Ashim bin Ubaidillah sebagaimana anda tahu ? saya katakana: benar dia lemah, akan tetapi dia menjadi kuat dengan haditsnya Husain bin Ali radhiallahu anhuma yang diriwayatkan Abu Ya’laa Al Maushili dan Ibnu Sunni “. [Tuhfatul Ahwadzi: 5/91].


Maka menurut perkataan Al Mubarakfuri menjadi jelas bahwa haditsnya menjadi kuat, oleh karena itu kami tidak mahu meninggalkan amal tersebut karena ada hikmah yang besar dibalik itu.

Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “dan rahasia mengadzani bayi, Wallahu A’lam: yaitu supaya yang didengarkan manusia pertama kali adalah ucapan yang mengandung kebesaran Rabb dan keagunganNya serta syahadat yang pertama kali memasukkanya kedalam islam, jadi ibarat mentalqinkannya tentang syiar islam ketika memasuki dunia, sebagaimana dia ditalqin ketika keluar dari dunia, dikarenakan juga sampainya pengaruh adzan kedalam hatinya tidak dan kesan adzan pada dirinya tidak dipungkiri, meskipun dirasakan ada faedah lain dalam hal itu, yaitu larinya setan dari kalimat adzan, dimana setan senantiasa menunggunya kelahirannya, lalu menyertainya karena takdir Allah dan kehendakNya, maka dengan itu setan yang menyertainya mendengar sesuatu yang melemahkannya dan membuatnya marah sejak pertama mengikutinya.

Dalam hal itu ada hikmah lain yaitu supaya seruan kepada Allah dan agama islam serta ibadahnya mendahului dakwahnya setan. Sebagaimana Allah telah Menciptakannya diatas fitrah tersebut untuk mendahului perubahan yang dilakukan setan kepadanya, serta hikmah-hikmah lainnya” [Tuhfatul Wadud Fii Ahkamil Maulud: 21-22].

Namun sebagian ulama seperti Syaikh Albani rahimahullah walaupun sebelumnya sempat menghasankan hadits diatas, namun karena beliau menemukan bahwa hadits yang menguatkannya tidak lebih kuat bahkan palsu, maka beliau menarik kembali pendapatnya dan melemahkan hadits mengadzani bayi tersebut.

Jadi yang mengamalkannya berpegang kepada pendapat sebagian ulama diatas dan yang tidak mengamalkannya juga ada hujahnya dari sebagian ulama. Wallahu A’lam.

Catatan: Seluruh jawaban pertanyaan dalam kolom Konsultasi Syariah merupakan hasil ijtihad / pendapat murni penjawab yang terkait dan tidak merepresentasikan Muslimdaily.net. Antara satu ustadz dengan ustadz yang lain tidak terdapat hubungan sama sekali. Masing-masing mungkin memiliki pandangan / pendapat yang berbeda.

0 komentar:

Posting Komentar

Jazakallah