Blogroll

Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun".
"Barangsiapa dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan PEMAHAMAN AGAMA kepadanya.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

Pages

Kamis, 28 Juli 2011

Mendidik Anak Agar Sholeh Dan Sholehah


Dalam sebuah riwayat telah dikatakan bahwa ada tiga macam amal yang tidak akan pernah terputus pahalanya, yaitu shodaqoh jariyah, anak yang sholih, dan ilmu yang bermanfaat.
Merujuk pada kandungan hadits tersebut, satu poin yang cocok dengan tema kita dalam rubrik panduan kita keluarga kali ini adalah “kiat mendidik anak agar menjadi sholih atau sholihah”.
Coba anda bayangkan sejenak, bagaimanakah jadinya hari-hari anda, hidup anda, masa tua anda, bahkan nasib anda setelah meninggalkan dunia ini, jika memiliki seorang anak yang bermoral bejat, durhaka kepada Alloh dan orang tua. Na’udzubillah! Tentunya hari-hari dalam kehidupan keluarga anda akan jauh dari keharmonisan. Mungkin setiap hari anda akan berteriak-teriak, marah-marah, makan hati karena melihat tingkah laku anak anda yang suka berjudi, berkelahi, minum-minuman keras, pecandu narkoba, dan segala tingkah laku yang menyimpang dari syariat islam.
Dan Insya Alloh akan lain keadaan yang anda rasakan, jika memiliki seorang anak yang sholih atau sholihah. misalnya Yang laki-laki hobi ke masjid untuk sholat berjama’ah, yang perempuan rajin mengaji dan membantu orang tua, keduanya mengerti akan tugas-tugasnya sebagai seorang pelajar, rajin mendo’a kan kedua orang tuanya, dan tidak pernah menyakiti hati kedua orang tuanya baik dengan sikap maupun tutur katanya. Kalau sudah begitu…siapa yang tidak mendambakan memiliki anak yang sholih atau sholihah?
Dalam hal ini ada sebuah peribahasa yang mengatakan “Menuntut ilmu di masa muda bagai mengukir di atas batu, menuntut ilmu di masa tua bagai mengukir di atas air”.
Bila kita mengharapakan seorang anak yang sholih atau sholihah, hendaknya semua itu dapat kita perjuangkan sejak dini. Beri ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang agama islam kepada anak sejak dini. Karena, pada usia dini seorang anak laksana kertas putih yang belum bernoda setitikpun, sehingga akan mudah bagi kita untuk menulisinya dengan kalimat-kalimat islami dan Robbani di atasnya. Lain halnya jika kita baru mulai memberikan pendidikan di usianya yang sudah mulai dewasa, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk berhasil, namun tentunya hal tersebut akan jauh lebih sulit dan hasilnyapun jauh lebih sedikit atau bahkan nihil. Hal ini terjadi karena pada usia yang telah dewasa, kertas putih tadi biasanya sudah penuh dengan titik-titik, garis-garis, bahkan kata dan kalimat yang beraneka bentuk, makna dan warna. Menulis di atas kertas yang sudah penuh dengan noda dan coretan tentunya akan sangat sulit daripada menulis di atas kertas putih yang masih polos. Kita akan dapat menulis, menggambar, dan memberinya warna dengan mudah, sesuai dengan keinginan kita.
Untuk itu, langkah terbaik agar menjadikan seorang anak menjadi sholih atau sholihah hendaknya dilakukan sejak dini. Saat memorinya belum terkontaminasi dengan pengaruh-pengaruh negatif. Anda dapat mulai membiasakan beberapa hal berikut kepada diri dan anak anda sejak dini:
Pertama, Bangunkan shubuh sejak balita
Bangun pada waktu shubuh adalah sebuah aktivitas yang sangat berat bagi orang-orang yang tidak biasa untuk melakukannya. Untuk itu, membiasakan membangunkan anak pada waktu shubuh sejak balita adalah langkah terbaik untuk menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan.
Kedua, Berikan lingkungang pergaulan dan pendidikan yang islami
Sebab Lingkungan dan pergaulan adalah salah satu faktor penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Maka, dalam hal ini anda dapat memulainya dengan mengirimkan anak anda ke TPA atau Taman Pendidikan Al-Qur’an atau mengikuti kursus-kursus islam di Masjid dan sebagainya.
Ketiga, Jangan egois!
Sebagai Orang tua, kita adalah teladan yang pertama bagi anak, maka jadilah teladan yang terbaik bagi anak anda. Jangan bersikap egois. Jangan hanya memerintahkan anak anda untuk mengaji atau pergi sholat berjama’ah, sedangkan anda tidak melakukannya. Karena hal tersebut akan menimbulkan pembangkangan kepada anak, minimal secara kejiwaan.
Keempat, Perkenalkan batasan aurat sejak dini
Umumnya, cara berpakaian kita saat ini adalah kebiasaan yang sudah kita bawa sejak kecil. Seorang anak terutama wanita, dibiasakan menggunakan pakaian yang ketat, dibiasakan berpakaian tanpa jilbab, maka hal tersebut akan terbawa hingga remaja dan dewasa. Kebiasaan ini akan sangat sulit sekali untuk merubahnya. Dengan alasan gerah, panas, nggak nyaman, ribet, nggak gaul, nggak PD, dan dengan seribu alasan lainnya mereka akan menolak penggunaan pakaian yang menutup aurat.
Jika kita memperkenalkan batasan aurat kepada anak kita dan membiasakannya untuk menggunakan pakaian yang menutup aurat sejak dini, insya Alloh keadaannya akan berbalik. Ia akan merasa berdosa, malu, nggak nyaman, bersalah, dan menolak untuk beralih ke pakaian-pakaian yang tidak menutup aurat. Ia akan berpikir seribu kali, bahkan tidak terpikir sekalipun dan sedikitpun untuk melakukannya.
Kelima, Selalu membawa perlengkapan sholat
Maksudnya, ajarkan kepada anak untuk selalu membawa perlengkapan sholat kemanapun mereka pergi sekiranya akan melewati masuknya waktu sholat.
Keenam, Jauhkan anak dari mendengarkan musik dan menyaksikan acara di Televisi
Maksudnya, jauhkanlah anak dari mendengarkan musik atau lagu seperti lagu-lagu picisan, rock, barat, dan lain-lain. Maksimalkan membaca Al-Qur’an, mendengarkan kaset murottal, mendengarkan kaset ceramah.
Hendaknya, orang tua juga menghindarkan anaknya dari televisi, alihkan mereka pada tontonan yang lebih mendidik melalui kaset kaset CD atau MP3 dan DVD yang mengajarkan keislaman dan ilmu pengetahuan umum.
Ketujuh, Ajarkan nilai-nilai islam secara langsung
Ajarkan nilai-nilai islam yang anda kuasai secara langsung kepada anak anda sejak dini. Sampaikan dengan bahasa-bahasa yang menarik, misalnya melalui sebuah cerita.
Ke delapan, Bacakan hadits Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayat Al-Qur’an
Bacakan hadits Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayat Al-Qur’an, sesuai dengan kadar kemampuan si anak. Hubungkan hadits dan ayat Al-Qur’an ketika kita memberikan nasihat atau teguran mengenai perilakunya sehari-hari.
Ke sembilan, Jadilah sahabat setia baginya
Perkecil sikap menggurui kepada anak, bersikaplah sebagai seorang sahabat dekatnya. Jadilah tempat curhat yang nyaman, sehingga permasalahan anak tidak akan disampaikan kepada orang yang salah, yang akhirnya akan memberikan solusi yang salah pula.
Kesepuluh, Ciptakan nuansa kehangatan
Nuansa hangat dan harmonis dalam keluarga akan memberikan kenyamanan bagi seluruh anggotanya, termasuk anak. Hal ini akan memperkecil masuknya pengaruh buruk dari luar kepada anak. Ia tidak akan mencari tempat diluar sana yang ia anggap lebih nyaman dari pada di rumahnya sendiri.
Dan Yang terakhir, Sampaikan dengan bijak, sabar, dan tanpa bosan
Ingat! Yang sedang anda bentuk adalah makhluk bernyawa, bukan makhluk yang tidak bernyawa. Maka sampaikan semuanya dengan penuh kesabaran, kebijaksanaan, dan jangan pernah merasa bosan untuk mengulangnya. Jangan menggunakan kekerasan, dan hindari emosi yang akan membuat anak sakit hati.
Demikian beberapa tips untuk membentuk anak yang taat alias sholih atau sholihah, semoga tips tersebut bermanfaat. Wallahu’alam…..

Tidur Menyehatkan

“Dan Kami jadikan tidurmu sebagai pelepas lelah bagimu.” Dengan kata lain tidur merupakan kebutuhan yang tidak bisa tidak. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan tidur akan sangat banyak manfaat yang dapat kita ambil darinya.
Oleh sebab itu, hendaknya setiap orang dapat menghindarkan tidur yang mubazir alias sia-sia. Akan tetapi kecendrungan hasrat manusia untuk tidur lagi dan lagi sulit diredam. Banyak yang salah kaprah dengan tidur sebagai istirahat. Hendaknya tidur yang notabene dapat melupakan beban masalah sesaat itu sangat berkualitas dan juga diridhoi-Nya. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan bagaimana tidur yang berkualitas. Tidur berkualitas mengacu pada pola hidup sehat nan islami.
Bagaimana tidur sehat ala Rosululloh? Berikut ini adalah tipsnya. Sebelum tidur biasakan membersihkan diri dengan berwudhu’ dan bersiwak atau menggosok gigi. Tidurlah dengan pakaian yang pantas, jangan pakaian yang menyiksa raga seperti ketat dan menyesakkan sehingga mengganggu ketentraman tidur. Ada baiknya sebelum tidur untuk membersihkan tempat tidur agar tidur terasa nyaman. Jangan sampai lupa berdo’a dan berdzikir. Dengan berdo’a dan berzikir Insya Alloh terhindar dari mimpi buruk.
Cara tidur pun sarat makna. Rosululloh sallallahu ‘alaihi wa sallam tidur dengan memiringkan tubuh kearah kanan, sambil berzikir kepada Alloh hingga matanya terasa berat. Terkadang beliau memiringkan badannya kesebelah kiri sebentar, untuk kemudian kembali ke sebelah kanan. Tidur seperti ini merupakan tidur paling efisien, yaitu makanan berada dalam posisi yang pas dengan lambung sehingga dapat mengendap sesuai dengan aturannya. Lalu beralih ke sebalah kiri sebentar agar proses pencernaan makanan lebih cepat karena lambung mengarah ke liver, baru kemudian berbalik lagi ke sebelah kanan hingga akhir tidur agar makanan lebih cepat terurai lambung. Hikmah lainnya, tidur dengan miring ke kanan menyebabkan beliau lebih mudah bangun untuk sholat malam.
Sedangkan tidur bertumpu pada sisi kiri badan adalah berbahaya bagi kesehatan, karena dapat menghimpit posisi jantung akibatnya sirkulasi darah ke otak terganggu. Tidur miring ke posisi kiri mengakibatkan seseorang mengalami mimpi buruk. Dan janganlah tidur tertelungkup atau tengkurap, Alloh sangat murka dengan posisi tidur seperti itu. Sedangkan tidur dengan posisi tertelentang akan mengakibatkan masalah bagi tulang belakang, yaitu dapat menekan atau menyesakkan tulang belakang.
Tips lainnya adalah tidur jangan terlalu malam, apalagi begadang mengerjakan hal-hal yang tidak bermanfaat. “Bahwasanya Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain itu, Rosululloh pun menganjurkan kepada kita untuk bangun di awal hari yaitu pagi hari sebelum subuh. Manfaat yang akan diperoleh dari aktifitas ini di antaranya adalah kita dapat menghirup udara segar di pagi hari sembari mempersiapkan diri untuk melangkahkan kaki menuju masjid melaksanakan sholat shubuh secara berjama’ah. Hal ini tentunya juga bernilai pahala, dan lebih dari itu adalah kesehatan bagi kita.
Jika telah mengikuti apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Rosululloh Sallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya apa yang diharapkan dari tidur berkualitas pun mudah didapat dan kesehatan akan tetap terjaga. Dan waktu subuh yang penuh berkah pun tidak terlewatkan dengan percuma. Wallohu ‘alam…..

Rumah tangga Bahagia

Rumah tangga bahagia tidak mungkin tercipta melainkan harus ditegakkan di atas pilar-pilar yang mencakup beberapa unsur antara lain : ketenangan atau sakinah, saling mencintai, saling mengasihi dan saling melindungi.
Apabila keluarga telah menegakkan nilai-nilai tersebut, maka tingkat rumah tangga yang ideal bisa tercapai dan cita-cita untuk menuju keluarga bahagia dan sakinah bisa terwujud. Jika sebuah keluarga dibangun dengan baik tentunya akan menyemai benih kehidupan rumah tangga dengan penuh kejujuran, kebersamaan, keterbukaan, saling pengertian, saling melengkapi, saling percaya dan saling membutuhkan, dan secara otomatis akan terbangun rasa cinta yang tulus, kemesraan dan tanggung jawab di antara anggota keluarga.
Keadilan dan pergaulan yang baik antara suami dan isteri adalah landasan utama untuk membentuk keluarga bahagia sejahtera. Untuk menegakkan tujuan mulia Tadi seluruh anggota keluarga harus memperhatikan beberapa hal berikut ini :
pertama, Pembinaan Suami dan Isteri
keseimbangan rumah tangga merupakan tanggung jawab suami dan isteri. Dalam Islam seorang bapak bertugas untuk menjadi pemimpin, pembina dan pengendali keluarga dan roda rumah tangga, sebagaimana firman Alloh disurat An-Nisa’ ayat 34, yang artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita dan mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.
Adapun ibu memiliki tugas yang lebih mulia yaitu merawat rumah beserta isinya dan mendidik anak serta menjaga segala amanat rumah tangga sehingga ibu laksana madrasah bagi anak-anaknya. Jadi kedua orang tua yang baik merupakan modal utama untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera.
kedua,  Keimanan Keluarga
Tiang peyangga utama rumah tangga adalah agama dan moral. Rumah tangga hendaknya bersih dari segala bentuk kesyirikan dan tradisi jahiliyah, serta semarak dengan aktifitas ibadah seperti sholat, puasa, membaca Al-Qur’an dan berdzikir sehingga rumah terlihat hidup dan sehat secara jasmani dan rohani, sejalan dengan sabda Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Perumpamaan rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya, ibarat orang hidup dan orang mati”.
Seluruh anggota keluarga harus membiasakan berdo’a. Biasakan di dalam rumah untuk selalu membaca surat Al-Baqarah, karena itu bisa mengusir syaithan. Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Janganlah jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan! Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah”.
ketiga,  Aspek Ilmu Agama
Mendidik dan mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada keluarga hukumnya wajib. Firman Alloh Subhanahau wa Ta’ala yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya menusia dan batu“.
Imam At-Thabari menyatakan bahwa ayat tadi mewajibkan kepada kita agar mengajari anak-anak dan keluarga kita tentang agama dan kebaikan serta apa-apa yang dipentingkan dalam persoalan adab dan etika.
keempat,  Ibadah dan Moral
Ibadah yang terpenting adalah sholat, baik shalat fardhu ataupun sunnah. Laki-laki hendaknya membiasakan sholat di Masjid dan perempuan dianjurkan shalat di rumah. Shalat sunnah bagi semuanya lebih utama dilakukan di rumah berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Sebaik-baik shalat laki-laki adalah di rumahnya, kecuali shalat fardhu“.
Adapun aspek moral, hendaknya semua anggota keluarga menghiasi prilaku masing-masing dengan akhlaqul karimah dan adab yang mulia. seperti makan dengan tangan kanan, masuk rumah orang lain dengan izin, menghargai tetangga, menghormati tamu, dan adab-adab terpuji lainnya. Dan sebisa mungkin menyingkirkan seluruh akhlaq tercela seperti berbohong, menipu, marah, menggunjing, ingkar janji dan semisalnya. Latihlah keluarga anda untuk selalu qana’ah dan rela terhadap pembagian Alloh, mencintai dan dekat terhadap orang-orang miskin, senang bersilaturrahmi, hanya mengharap ridha Alloh, dan berkata benar walapun dirasa pahit serta penuh resiko.
kelima, Sosial dan Lingkungan
Agar kehidupan sosial keluarga memiliki hubungan harmonis, maka sebaiknya setiap anggota keluarga diberi kesempatan untuk mendiskusikan setiap masalah dan problem keluarga secara transparan dan terbuka sehingga seluruh masalah bisa terpecahkan sebaik mungkin.
Bagi orang tua sebaiknya tidak menampakkan konflik intern di hadapan anak-anak dan semaksimal mungkin merahasikan konflik yang terjadi, agar anak tidak terbebani secara mental,  apalagi konflik tersebut membentuk kubu di antara anak-anak. Rumah juga harus diamankan agar tidak dimasuki orang-orang jahat dan orang fasik, sehingga anggota keluarga terbebas dari pengaruh kejahatan. Dan rumah harus kita selamatkan dari pengaruh media televisi, koran, majalah dan lain-lain yang merusak iman dan akhlaq, karena media itu lebih cepat memberi dampak negatif kepada keluarga.
keenam,  Akhlaq dalam Bergaul
diantaranya, Mentradisikan Pergaulan Yang Baik, kemudian Menumbuhkan sikap ramah dan santun.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika Alloh menghendaki kebaikan kepada suatu keluarga maka Ia anugerahkan atas mereka sifat ramah lagi santun”.
Selain itu  Tolong Menolong dalam Menyelesaikan Pekerjaan Rumah
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjahit baju, memperbaiki sandal dan mengerjakan pekerjaan lain dengan tangan sendiri, seperti yang telah dituturkan oleh Aisyah : “Sesungguhnya beliau adalah manusia di antara sekalian manusia, membersihkan bajunya, memerah susu kambingnya dan melayani dirinya”.
Bersikap Lembut dan Bercanda dengan Keluarga
Bersikap lembut kepada isteri dan anak adalah salah satu faktor yang mampu menumbuhkan iklim yang sejuk dan hubungan yang mesra di tengah-tengah keluarga. Karena itu Rosululloh menasehati Jabir agar mencari jodoh yang gadis dan beliau bersabda :
“Kenapa tidak engkau pilih gadis sehingga engkau bisa mencandainya dan dia mencandaimu, dan engkau bisa membuatnya tertawa dan dia membuatmu tertawa”. Sangat banyak riwayat dari Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bercanda seperti beliau pernah bercanda dengan isterinya dikala mandi, dengan anak-anak kecil dan cucu-cucunya. Bahkan tatkala ada orang baduwi yang bernama Aqra’ berkata: “Saya mempunyai sepuluh anak, saya tidak pernah mencium seorangpun dari mereka”. Maka Rosululloh melihat kepadanya dan bersabda : “Barangsiapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak dikasihi.
Mudah-mudahan rumahtangga kita menjadi sakinah, mawadah, warahman. Inya Alloh…. Amiin…
Wallahu’alam…..

Muslimah yang Disayang Suami


Setiap sang istri bertanya kepadanya ia selalu menjawab dengan mendahulukan perasaannya. Akibatnya, istri tidak bisa puas dengan jawabannya yang memang sangat sedikit. Bila ini terjadi pada suami Anda, maka Anda harus tahu bahwa memang tidak semua laki-laki bisa begitu saja terbuka, namun benar-benar ada tipe suami yang memang pendiam dan pemalu.
Jika demikian keadaanya, langkah apa yang mesti ditempuh oleh seorang istri untuk dapat mengambil hati suaminya yang berkarakter pemalu dan pendiam tersebut..??
Berikut  beberapa langkah diantara sekian langkah yang bisa diamalkan oleh muslimah sebagai istri untuk mengambil hati suaminya yang pendiam dan pemalu yang menurut hasil penelitan telah terbukti banyak memberi faedah bagi istri untuk bisa hidup berbahagia bersama suami tercintanya.
Pertama, Jadilah Istri Yang Menghormati Suami
Bila istri menghormati suaminya, maka dengan mudahnya suami pun akan menghormatinya. Namun, bila istri tidak bisa menghormati suaminya maka selamanya ia akan menderita disisi suaminya. Mengapa? Apakah memang sikap saling menghormati merupakan kebutuhan asasi bagi suami yang tidak bisa ditawar-tawar lagi sehingga mereka mewajibkannya atas istri?
Banyak istri yang bila telah melahirkan anak suaminya beranggapan bahwa ia akan terus damai disisi suaminya. Ia menyangka akan senantiasa bahagia disisi suaminya hanya dengan telah lahirnya anak suaminya. Akibat dari sangkaan dan dugaan ini akhirnya banyak istri yang lupa atau tidak lagi memandang perlu sikap hormat kepada suaminya. Ia banyak merendahkan suaminya dan menyepelekannya.
Ketahuilah, istri yang menghormati suaminya ialah istri-istri penduduk surga. Tidaklah Anda ingin meneladani mereka? Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Maukah aku kabarkan kepada kalian para istri kalian di surga? Wanita yang penyayang, sangat subur, dan suka kembali berbuat baik yang apabila berbuat aniaya ia akan mengatakan, ‘Ini tanganku ada diatas tanganmu, aku tidak bisa sekejap pun memejamkan mata sehingga engkau ridho kepadaku”.
Bukankah meminta maaf merupakan bentuk penghormatan yang tinggi? Bukankah mengulurkan tangan mengharapkan maaf suami merupakan sikap hormat istri kepadanya?  Maka, bila Anda ingin menghormati suami, jadilah istri yang sabar atas kekhilafannya. Jadilah istri yang tidak pernah menentang suami saat ia marah. Jadilah istri yang menghargai dan menghormati cemburu suami. Jadilah istri yang bisa menjaga suami. Jadilah istri yang tidak enggan meminta maaf. Enggan meminta maaf suami adalah bukti kesombongan istri. Tunjukkan rasa hormat dan perhatian Anda kepada suami dihadapan orang lain, baik saat ia bersamamu maupun saat ia tidak hadir disisimu. Dengan begitu, Anda telah menghormatinya dan insya Alloh Anda akan senantiasa bahagia disisinya. Perkataan yang mudah terucap dan mudah menghancurkan rumah tangga ialah, “Aku tidak akan menghormatimu lagi”.
Kedua, Jadilah Istri yang Bertanggung Jawab
Banyak istri mengeluhkan perihal suaminya yang tidak bertanggung jawab. Sementara banyak pula suami yang menganggap istrinya tidak bisa bertanggung jawab.
Dalam masalah ini, penting sekali kita menilik kisah Asma’, putri Abu Bakar ash Shidiq. Ia adalah istri yang ikut memikul tanggung jawab dirumah suaminya secara sempurna. Bahkan ia tetap menjaga dan menghormati perasaan serta kecemburuan suaminya.
Suaminya ialah Zubair, seorang sahabat yang fakir. Asma’ pun tahu bahwa suaminya sangat membutuhkan kesiapannya untuk ikut memikul tanggung jawab keluarga bersamanya. Ia biasa mengurusi makanan kuda Zubair, menjahit tempat airnya, menumbuk gandum, mengusung biji-bijian dari kebun dan lain-lainnya. Namun begitu, ia sangat menyadari bahwa keadaanya tidak boleh mengurangi rasa hormatnya kepada suaminya. Ia tetap menjaga perasaan suaminya dan kecemburuannya. Ia lebih memilih mengusung biji-bijian diatas pundaknya dengan berjalan kaki daripada naik unta padahal ada kaum laki-laki bersamanya. Hal itu hanya demi menghargai kecemburuan suaminya. Sehingga dihadapan istri yang sangat menghargai dan bertanggung jawab inilah sosok seorang suami pun luluh hatinya sehingga ia berkata, “Demi Alloh, pengorbananmu untuk membawa biji-bijian itu jauh lebih berat bagiku daripada dudukmu diatas unta Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.Memang, Asma’ lebih mendahulukan kecemburuan suaminya sehingga tidak menerima tawaran Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk naik di unta beliau saat mengusung biji-bijian.
Ketiga, Jadilah Istri yang Terbuka dan Menghargai Perasaan
Ketenteraman perasaan dipengaruhi oleh terungkapnya isi hati pasutri. Ungkapan isi hati tentang rasa cinta kasih istri terhadap suami merupakan faktor utama untuk mewujudkan kebahagiaan rumah tangga. Para suami sangat membutuhkan hal itu, sebagaimana istripun membutuhkannya. Bahkan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan istri berdusta dalam pengungkapan rasa cinta dan kasihnya terhadap suaminya demi terwujudnya kehangatan hubungan berumah tangga dan demi terpeliharanya ikatan pernikahan. Lalu,mengapa pasutri tidak melakukannya? Mengapa para istri tidak mengutarakan isi hatinya kepada suaminya tentang sesuatu yang bisa membahagiakan kehidupan rumah tangganya?
Keempat, Percayalah Kepada Suamimu
Rasa cemburu merupakan bukti yang sangat kuat akan besarnya cinta dan kasih istri kepada suaminya. Sehingga rasa cemburu terkadang dibutuhkan untuk mengungkapkan isi hati istri kepada suaminya bahwa ia mencintai dan mengasihinya. Bahkan, sifat pencemburu merupakan hal yang lazim bagi wanita. Namun cemburu ada dua, sebagaimana yang disebutkan oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa salam:
“Ada diantara sifat cemburu ada yang dicintai dan ada pula yang dibenci oleh Alloh. Adapun cemburu yang dicintai Alloh adalah cemburu dalam keragu-raguan, sedangkan cemburu yang dibenci oleh Alloh ialah cemburu tidak dalam keragu-raguan”
Cemburu tidak boleh menghilangkan kepercayaan istri kepada suaminya dengan memastikan bahwa suaminya telah salah dan menyeleweng, misalnya si istri mengatakan: “Mengapa kanda telat pulang?” atau “Darimana saja tadi kanda pergi?” atau sejenisnya. Semua perkataan ini dan yang senada ialah cemburu yang tidak baik sebab didasari penetapan bahwa suaminya telah salah dan menyeleweng, bukan dibangun diatas kepercayaan atau sekadar duga-duga dan rasa ragu yang akan hilang dengan penjelasan dari suami.
Kelima, Jadilah Istri Yang Berakhlak Terpuji
Seorang suami yang shalih akan merasa bahagia dan terpenuhi kebutuhan asasinya bila beristrikan seorang wanita yang baik akhlaknya. Wanita yang buruk ialah wanita yang perkataannya selalu bermakna ancaman, ucapan dan suaranya kasar, tidak mau tahu kebaikan orang lain atasnya, dan suka mencari-cari keburukan orang lain. Selain itu, ia juga tidak mengasihi suami, sedikit rasa malunya, suka mencela, pemarah, rumahnya kotor, suka menunjuk dengan tangan dan jarinya, biasa berdusta, dan selalu meneteskan air mata buaya. Istri yang berakhlak terpuji tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Bahkan, disaat ia sedang cemburu sekalipun, ia hanya akan menyebut kebaikan suami yang tidak bisa tidak harus membuatnya cemburu.
Itulah yang bisa kita ulas dikesempatan kali ini, Semoga dengan 5 hal tadi  khususnya Anda muslimah para istri, akan berbahagia bersama suami tercinta. Wallohul Muwaffiq…..

Thufail Bin Amr Ad-Dausi



 
Thufail bin Amr ad-Dausi merupakan pemimpin kabilah Daus pada masa Jahiliyah. la juga salah seorang yang terpandang di kalangan Arab dan salah seorang bangsawan yang berwibawa. Api dapurnya selalu mengepul dan jalan selalu terbuka untuknya.
Thufail meninggalkan kampungnya menuju Mekah. Sesampainya di mekah, orang-orang kafir selalu menceritakan tentang keburukan islam dan Muhammad kepadanya.
Thufail pun berkata dalam hatinya, “Demi Alloh, mereka selalu menceritakan keadaannya yang menakjubkan itu kepadaku, menakut-nakutiku dan kaumku dengan perbuatannya, sehingga aku pun terpengaruh untuk tidak mendekatinya, tidak berbicara dengannya, dan tidak mendengarkan ucapannya sedikitpun. Ketika aku pergi ke masjid untuk towaf di sekeliling Ka’bah dan meminta berkah dari berhala-berhala yang selalu kami agungkan dan kami berhaji untuknya, aku menutup telingaku dengan kapas agar tidak mendengar ucapan Muhammad. Akan tetapi, tatkala aku memasuki masjid, aku melihat seseorang sedang shalat di sisi Ka’bah dengan shalat yang berbeda dengan tata cara shalat kami. Melakukan ibadah yang berbeda dengan tata cara ibadah kami. Pemandangan itu membuatku senang. Ibadahnya menakjubkanku dan aku merasa diriku lebih rendah daripadanya.”
Kemudian Thufail tetap berada di sana hingga Rosululloh pergi dari Baitulloh. Ia pun membuntutinya sampai ke rumahnya. Ketika ia masuk rumah, ia pun ikut masuk, lalu berkata, “Ya Muhammad, kaummu telah menceritakan semua tentangmu kepadaku . Demi Alloh, mereka selalu menakut-nakutiku dengan perbuatanmu sehingga aku menutup telingaku dengan kapas agar tidak mendengar perkataanmu. Tetapi Alloh tetap memperdengarkan ucapanmu ke telingaku. Dan aku mendengar sesuatu yang baik, maka katakanlah semuanya kepadaku.”
Lalu Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan semuanya, beliau membacakan surah Al-Ikhlas dan Al-Falaq. Ketika itu, ia membentangkan telapak tangan kepadanya dan bersaksi bahwa tiada ilah yang haq untuk disembah melainkan Alloh dan Muhammad adalah utusan Alloh, dan ia pun memeluk Islam.
Demikianlah sedikit kisah mengenai masuk islamnya Thufail bin Amr Ad-Dausi rodhiyallohu ‘anhu.
Thufail adalah orang yang tetap menerima kebenaran islam walau orang lain menakut-nakutinya dengan kejelekan islam karena ia mengetahui bahwa islam adalah agama yang baik, mengajak manusia kepada penyembahan ilah yang haq. Oleh karena itu tidak ada keraguan mengenai islam. Islam adalah agama yang benar-benar bersumber dari Robb Yang Maha Pencipta alam dan seluruh isinya.
Hal ini dapat menjadi pelajaran bagi kita, agar jangan sampai mengikuti perkataan orang-orang jahiliyah atau musuh-musuh Alloh untuk menjelekkan islam. Mereka hanya melihat Islam dengan sebelah mata, yang ada di pikiran mereka adalah Islam yang kejam dan tidak manusiawi, itu semua dikarenakan kebencian dan kedengkian mereka terhadap Islam. Yang mereka inginkan adalah hancurnya Islam dan kaum muslimin.
Sudah seharusnya bagi kita untuk memuliakan Islam, karena islam adalah agama yang lurus, membawa kepada kebenaran dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik dari dunia dan seisinya di surga yang penuh kenikmatan, serta memandang wajah Alloh sang Pencipta alam semesta yang merupakan kenikmatan puncak bagi setiap orang yang beriman.
Itulah kekuasaan Alloh untuk membuktikan kepada kita bahwa kebenaran hanya ada pada islam, dan tidak akan dijumpai sedikitpun pada selainnya. Wallohu ‘alam…..

Turunnya Nabi Isa di akhir zaman


Siapa yang tak mampu menundukkan akalnya di bawah kendali keimanan dan dalil yang shahih, niscaya ia akan berada di barisan pasukan pengingkar.
Di antara bentuk penyimpangan aqidah adalah pengingkaran atau tidak mengimani akan turunnya Isa ‘alaihissalam. Pengingkaran ini bisa dilakukan secara individual semacam yang dilakukan oleh Mahmud Syaltut, guru besar Universitas Al-Azhar Mesir, atau secara kelompok seperti sebagian kelompok Mu’tazilah serta orang-orang filsafat dan atheis.
Insya Alloh pada postingan rubrik Roddussyubhat kali ini, kita akan menyebutkan beberapa syubhat berkaitan dengan pengingkaran turunnya Isa ‘alaihissalam di akhir zaman, disertai dengan jawabannya.
Di antara alasan dan syubhat mereka dalam mengingkari turunnya Isa adalah:
Pertama: Bahwa hadits-hadits mengenai turunnya nabi isa itu palsu dan tidak masuk akal
Adapun Jawaban atas syubhat ini adalah: Bahwa hadits-hadits dalam hal ini sangat banyak. Bahkan para ulama menggolongkannya sebagai hadits mutawatir. Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri mengatakan bahwa jumlahnya mencapai lebih dari lima puluh hadits. Mayoritasnya shahih dan sebagian lagi hasan. Adapun anggapan mereka bahwa hadits-hadits ini tidak masuk akal, maka Asy-Syaikh At-Tuwaijiri juga telah menyanggahnya. Beliau mengatakan: “Adapun nalar yang lurus dan akal sehat yang selalu berjalan bersama kebenaran ke mana kebenaran itu mengarah, niscaya tidak akan ragu-ragu dalam menerima kebenaran yang datang dari Kitabulloh atau yang secara mutawatir datang dari hadits Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal turunnya Al-Masih (Isa) di akhir zaman. Tapi nalar yang melenceng serta akal yang rusak, tidak akan segan-segan menolak kebenaran. Sehingga akal yang rusak serta pengusungnya itu tidak perlu diperhitungkan.”
Kemudian Syubhat yang kedua adalah: Turunnya Isa itu mustahil, karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi dengan nash Al-Qur`an
Adapun Jawabannya adalah: Bahwa turunnya Isa di akhir zaman tidaklah membawa syariat yang baru. Tidak pula berhukum dengan Injil. Namun berhukum dengan syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ia menjadi salah satu umat ini. Jadi, Turunnya Isa tidak bertentangan dengan ayat Al-Qur’an  yang menjelaskan bahwa Rosul terakhir adalah Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dengan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim, dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Bahwa Dajjal pasti keluar –lalu beliau melanjutkan haditsnya, dalam hadits itu–. Lalu datanglah Isa bin Maryam membenarkan Muhammad dan di atas agama Muhammad, kemudian setelah itu tegaklah hari kiamat.”
Syubhat yang selanjutnya adalah: Seandainya turunnya Isa itu termasuk prinsip iman, tentu itu akan disebut dalam Al-Qur`an dengan tegas
Bantahan syubhat ini adalah: Semua yang telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik itu sesuatu yang telah terjadi atau yang akan terjadi adalah wajib kita imani. Dan ini merupakan realisasi dari syahadat Muhammad Rosululloh. Dan realisasi ini termasuk prinsip iman, di mana seseorang tidak menjadi seorang mukmin yang terlindungi darah dan hartanya hingga merealisasikan persaksian kerosulan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan sabda beliau:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Ilah yang benar kecuali Alloh, serta beriman denganku dan dengan apa yang aku bawa. Bila mereka melakukan itu maka mereka telah melindungi dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan haknya. Dan hisabnya diserahkan kepada Alloh.”
Dan telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau memberitakan akan munculnya Imam Mahdi di akhir zaman, keluarnya Dajjal, serta turunnya Isa. Sehingga wajib mengimani hal itu sebagai bentuk bukti pembenaran terhadap firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam surat An-Najm ayat ke 3 dan 4:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur`an) menurut kemauan hawa nafsunya.”
Dan sebagai pengamalan terhadap firman-Alloh ai surat Al-Hasyr ayat ke 7:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh sangat keras hukuman-Nya.”
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, maka sangat jelas bahwa pada hakikatnya, setiap yang diucapkan oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pun termasuk wahyu yang bersumber dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Maka apa pun yang dikabarkan oleh beliau wajib kita Imani, dan ini merupakan salah satu prinsip keimanan dan kebenaran syahadat kita. Maka kesimpulannya adalah: kita wajib mengimani akan turunya Isa ‘alaihissalam di akhir zaman nanti, beliau turun bukan sebagai nabi, akan tetapi sebagai pengikut Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, serta beliaupun akan mematahkan salib-salib  yang disembah oleh kaum nasrani, serta menyeru mereka untuk mengikuti syari’at Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikanlah diantara syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh orang-orang yang mengingkari turunnya kembali nabi Isa diakhir zaman, mereka lebih mengedepankan akal mereka dari pada wahyu, dan alhamdulillah, syubhat-syubhat mereka sudah terjawab, dan memang sebenarnya setiap syubhat mudah untuk dipatahkan jika kita memiliki keilmuan yang mendalam, hal ini dikarenakan, syubhat adalah sesuatu yang muncul dikarenakan kurangnya ilmu atau pemahaman terhadap Islam yang benar, Oleh karena itu, marilah kita senantiasa memperdalam ilmu-ilmu agama Islam ini, agar keimanan kita semakin kuat dan tidak mudah diragukan oleh orang-orang yang bertujuan untuk menjauhkan Ummat islam dari agamanya.
Semoga pembahasan kali ini  bermanfaat, Wallohu ‘alam…..

Tahukah Anda Muzara’ah



Menggarap tanah dalam ajaran islam dikenal dengan istilah muzara’ah. Bagaimana gambaran lengkapnya dari sistem ini…? Insya Alloh dirubrik postingan fiqih Ringkas Edisi kali ini kita akan mengulas nya…!
Seseorang memberikan tanahnya kepada orang lain untuk ditanami dengan upah bagian tertentu dari hasil tanah tersebut, misalnya sepertiganya atau separuhnya itulah yang disebut dengan  Muzara’ah.
Adapun mengenai dalil diperbolehkanya muzara’ah adalah
“Dari Ibnu Umar, bahwasanya Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memperkerjakan penduduk khoibar dengan memperoleh setengah dari hasilnya berupa buah dan tanaman.”
Berkata Syaikh Abdullah Al-Bassam dalam menyebutkan pelajaran yang dapat diambil dari hadits tersebut :
Pertama, Bolehnya muzara’ah dan Musaqat dengan bagian dari apa yang tumbuh dari tanah tersebut baik berupa tanaman dan buah.
Kedua, Dari zhahir hadits, tidak disaratkan benih dari pemilik tanah, dan ini adalah yang benar.
Selain itu, Berkata Imam Bukhari rohimahulloh: berkata juga Qais bin Muslim dari Abu Ja’far, dia berkata: “Tidaklah di Madinah kaum Anshar melainkan mereka menanam dengan bagian sepertiga atau seperempat. Dan adalah Ali, Sa’ad bin Malik, Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali dan Ibnu Sirin, mereka melakukan muzara’ah.
Jadi muzara’ah adalah diperbolehkan dengan dalil-dalil yang ada dan diamalkan oleh salafush shalih.
Sedangkan Mengenai benih tanaman bisa dari pemilik tanah maka ini dinamakan muzara’ah, dan boleh benih berasal dari penggarap dan ini disebut mukhabarah. Berkata Syaikh Abdul Adhim Al-Badawi: “Tidak mengapa benih berasal dari pemilik tanah atau dari penggarap tanah ataupun dari keduanya, dalilnya; berkata Imam Bukhari rohimahulloh bahwa Umar radhiyallohu’anhu memperkerjakan orang-orang, jika benih dari Umar maka bagiannya setengah, dan jika benih berasal dari mereka maka bagian mereka adalah seperti itu atau setengah. Dia juga berkata: telah berkata Hasan: “Tidak mengapa jika tanah itu milik salah satu dari keduanya, kemudian diusahakan bersama maka apa yang keluar atau tumbuh untuk keduanya, dan Az-zuhri berpendapat demikian.
Lantas hal apakah yang tidak diperbolehkan  dalam muzara’ah..?
Dalam penggarapan tanah tidak boleh adanya unsur-unsur yang tidak jelas seperti pemilik tanah mendapat bagian tanaman dari tanah sebelah sini, dan penggarap mendapat bagian tanaman dari tanah sebelah sana. Hal ini dikatakan tidak jelas karena hasilnya belum ada, bisa jadi bagian tanaman dari tanah sebelah sini yaitu untuk pemilik tanah bagus dan bagian tanaman penggarap gagal panen ataupun sebaliknya. Dan bila keadaan ini yang terjadi maka terjadi salah satu pihak dirugikan. Padahal muzara’ah termasuk dari kerjasama yang harus menanggung keuntungan maupun kerugian bersama-sama.
Ataupun bisa terjadi pemilik tanah memilih bagiannya dari tanah yang dekat dengan saluran air, tanah yang subur, sementara yang penggarap mendapat sisanya. Inipun tidak diperbolehkan karena mengandung ketidakadilan, kezhaliman dan ketidakjelasan.
Dalam muzara’ah harus disepakati pembagian dari hasil tanah tersebut secara keseluruhan. Misalnya pemilik tanah mendapatkan bagian separuh dari hasil tanah dan penggarap mendapat setengah bagian juga, kemudian setelah ditanami dan dipanen ternyata rugi maka hasilnya dibagi dua, begitu juga bila hasilnya untung maka harus dibagi dua. Dan pada kasus ini ada kejelasan pembagian hasil, dan ini diperbolehkan.
Terkait hal tersebut Berkata Syaikh Abdul Azhim Al-Badawi: “Dan tidak boleh muzara’ah dengan syarat sebidang tanah ini untuk pemilik tanah dan sebidang tanah yang ini untuk penggarap. Sebagaimana tidak boleh pemilik tanah berkata bagianku dari tanah ini adalah sejumlah berapa wasak.
“Dari Hanzhalah bin Qais dari Rafi’ bin Khadij, dia berkata, pamanku telah menceritakan kepadaku bahwasanya mereka menyewakan tanah pada zaman Nabi dengan apa yang tumbuh dari saluran-saluran air atau sesuatu yang telah dikecualikan pemilik tanah, kemudian Nabi shollallohu,’alaihi wa sallam melarang hal itu. Aku bertanya kepada Rafi’, bagaimana bila dengan dinar dan dirham..? maka Rafi’ menjawab, tidak mengapa menyewa tanah dengan dinar dan dirham.
”Dari Hanzhalah bin Qais, dia berkata, aku bertanya kepada Rafi’ bin Khadij mengenai penyewaan tanah dengan emas dan perak, kemudian dia menjawab, tidak apa-apa. Sesungguhnya orang-orang pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyewakan tanah dengan imbalan apa yang tumbuh di saluran air dan parit, dan berupa aneka tanaman. Kemudian terkadang tanaman ini rusak dan itu selamat, terkadang juga tanaman ini selamat dan tanaman itu rusak, sedangkan orang-orang tidak mempunyai sewaan kecuali itu, oleh karena itu Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Adapun sesuatu (imbalan) yang jelas diketahui dan terjamin maka tidak apa-apa.
Dari dua hadits yang ada, keduanya memang menggunakan lafadz menyewakan tanah namun menyewakan tanah yang dilarang pada hadits tersebut adalah muzara’ah atau menggarap tanah, karena imbalan yang disepakati adalah dari hasil tanah tersebut dan ini dinamakan muzara’ah. Sedangkan apabila imbalannya berupa emas, perak, uang ataupun selain dari hasil tanah tersebut maka ini disebut penyewaan tanah. Pelarangan muzara’ah pada hadits tersebut  juga tidak secara mutlak, karena sebenarnya muzara’ah diperbolehkan sebab nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mengamalkan muzara’ah dan juga salafus shalih.
Namun pelarang muzara’ah pada hadits tersebut dikarenakan tidak adanya pembagian hasil yang jelas. Maka haruslah bagi orang yang akan melakukan akad muzara’ah harus menentukan pembagian hasil tanah dengan jelas seperti menentukan separuh, sepertiga atau seperempat dari hasil tanaman yang dihasilkan untuk penggarap dan untuk pemilik tanah karena muzara’ah adalah kerja sama alias persekutuan, dan yang namanya kerja sama keuntungan dan kerugian harus ditanggung bersama.
Dari uraian tadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa menggarap tanah adalah termasuk akad kerjasama atau persekutuan alias syirkah yang harus jelas pembagian hasilnya seperti separuh, sepertiga atau seperempat atau bagian yang tertentu dari hasil tanaman yang diperoleh, sehingga apabila mengalami kerugian ataupun keberhasilan ditanggung bersama. Dan menggarap tanah hukumnya dibolehkan. Wallohu ’alam…..

Sekilas Muhajirin dan Anshor



Asal kata dari Muhajirin adalah Haajaro – Yuhaajiru yang berarti berhijrah, maka Muhajirin mengandung makna orang-orang yang berhijrah, yaitu orang-orang yang dengan suka rela meninggalkan semua yang mereka miliki beserta tanah air tempat tinggal mereka demi menyambut seruan Alloh dan Rosul-Nya. Mereka telah berhijrah dari Makkah menuju Madinah, dan di Madinah mereka disambut oleh orang-orang yang berada di disana.
Sedangkan Anshor berasal dari kata Nashoro – Yanshuru yang berarti menolong atau pertolongan, maka kata Anshor mengandung makna orang yang menolong, yaitu mereka yang siap menerima, membela, memberi perlindungan dan bantuan kepada orang-orang yang berhijrah dengan tanpa mengharapkan imbalan selain balasan pahala dari Alloh Subhanahau wa Ta’ala. Mereka adalah orang-orang Madinah yang telah masuk ke dalam islam dan menerima kedatangan kaum Muhajirin yang berhijrah ke tempat mereka.
Kedua kata ini bukanlah istilah yang dinamakan oleh mereka sendiri, akan tetapi keduanya adalah istilah atau penamaan yang diberikan oleh Alloh dan Rosul-Nya.
Kedua kelompok ini diabadikan oleh Alloh dalam Al-Qur’an dengan penghargaan dan jaminan yang tertinggi, serta ridho Alloh dan surga-Nya yang abadi. Hal ini dapat kita lihat dalam firman Alloh di surat At-Taubah ayat ke 100: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridho kepada mereka dan merekapun ridha kepada Alloh dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”.
Ciri-ciri dari kedua golongan ini dijelaskan didalam Al-Qur’an. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman perihal kaum Muhajirin didalam Surat Al-Hasyr Ayat 8 :
“(Dan ada juga bagian dari harta ini) untuk para fakir dari golongan Muhajirin yang terusir dari kampung halaman dan harta-benda mereka, demi mencari karunia Alloh serta Ridha-Nya, dan demi menolong (agama) Alloh dan Rosul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar (perkataannya).”
Kaum Muhajirin ini telah mengalami siksaan yang tiada henti-hentinya dari orang-orang kafir Makkah, sehingga tak tertahankan lagi untuk terus menetap di sana. Keadaan inilah yang memaksa mereka untuk berhijrah ke Madinah. Orang-orang kafir Makkah menguasai tempat tinggal dan harta benda yang mereka tinggalkan. Maka dari itu Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyebut mereka didalam Al-Qur’an sebagai Fakir, atau dengan kata lain amat sangat miskin. Seringkali, sebagian besar dari mereka tidak memiliki apapun untuk sekedar makan sehingga biasanya mereka mengikatkan batu-batu untuk menekan perut, menahankan lapar. Banyak pula diantara mereka yang menggali tanah, membuat liang untuk duduk melindungi diri mereka sendiri dari terpaan udara dingin.
Ciri-ciri kedua dari para Muhajirin ini adalah alasan yang melatar-belakangi kepergian mereka meninggalkan kampung-halaman mereka. Mereka berhijrah bukan demi keuntungan duniawi berupa apapun. Dapat dipastikan bahwa mereka melakukannya demi mencari ridho Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam kehidupan di dunia ini, dan untuk mencari karunia-Nya di Hari Pembalasan kelak.
Ciri-ciri yang ketiga, mereka berhijrah untuk menolong Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maksud dari menolong Alloh Subhanahu wa Ta’ala disini adalah menolong dalam hal mendakwahkan Al-Islam. Mereka telah memberikan pengorbanan yang luar biasa demi mencapai dua macam tujuan tersebut.
Ciri-ciri keempat dari para Muhajirin ini adalah, mereka adalah orang yang benar dalam kata dan perbuatan. Mereka berdiri tegak diatas ikrar yang mereka ucapkan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengucapkan dua kalimat syahadat di awal mula mereka masuk Islam.
Kemudian pada ayat ke sembilan dari surat Al-Hasyr Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan ciri-ciri dari kaum Anshor. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Imam Malik rohimahulloh berpendapat bahwa kota Madinah adalah kota yang paling diberkahi oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan merupakan kota yang amat berbeda dengan kota-kota lain di dunia ini. Sebab, kota ini telah tertaklukkan oleh Iman. Adapun kota-kota lain, termasuk Makkah, tertaklukkan melalui pertempuran dalam arti yang sebenarnya. Maka, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyatakan bahwa ciri-ciri pertama dari kaum Anshor adalah, mereka dibesarkan di kota yang dimuliakan, karena dipersiapkan sebagai tempat bernaung bagi Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikutnya.
Ciri-ciri yang kedua, kaum Anshor tidak memandang para Muhajirin yang tak berdaya itu sebagai aral atas diri mereka. Mereka menerima para Muhajirin dengan tangan terbuka dan mencintai mereka secara tulus. Karena cinta inilah, kaum Anshor rela berbagi rata seluruh kepemilikan mereka dengan kaum Muhajirin, bahkan sampai pada perlengkapan rumah-tangga pun mereka bagikan. Lebih dari itu, orang-orang Anshor yang beristri lebih dari satu, secara sukarela segera menceraikan satu diantaranya agar dapat dinikahi oleh para muhajirin.
Ciri-ciri yang ketiga dari kaum Anshor adalah, mereka menerima dengan sepenuh-hati apapun yang diberikan oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum Muhajirin. Sebagai contoh, ketika kaum Muslimin berhasil mengambil alih kendali atas harta kekayaan dari Bani Nadhir dan Bani Qainuqa’ tanpa menempuh jalan pertempuran, harta benda itu harus dibagikan oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada lima kategori penerima Fa’i sebagaimana tersebut didalam Al-Qur’an. Maka beliau meminta Tsabit bin Qais untuk mengumpulkan kaum Anshor. Beliau kemudian berkhutbah di hadapan mereka dan memuji perilaku keteladanan mereka terhadap para Muhajirin. Selanjutnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan dua pilihan berkaitan dengan pembagian kepemilikan harta kekayaan yang baru saja diperoleh itu, “Jika kubagikan perolehan ini kepada semua orang Anshor dan Muhajirin, maka para Muhajirin masih akan terus tinggal di rumah para Anshor. Pilihan lainnya, kubagikan perolehan ini hanya kepada para Muhajirin dan dengan demikian mereka bisa meninggalkan rumah para Anshor dan memulai hidup mandiri.” Pemimpin kaum Anshor, Sa’ad bin Ubadah dan Sa’ad bin Mu’adz menanggapi, “Silahkan, bagikanlah diantara kaum Muhajirin saja, dan hendaklah merekapun tetap tinggal di rumah kami.”
Ciri-ciri keempat dari kaum Anshor adalah, mereka lebih cenderung mencukupi kebutuhan kaum Muhajirin, walaupun mereka juga mempunyai kebutuhan yang sama.
Demikianlah dari pengertian mengenai istilah Muhajirin dan Anshor. Wallohu ‘alam…..

Bagaimanakah Minum yang Menyehatkan


Kita sebagai umat islam mempunyai teladan terbaik yaitu Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hal minum ini Rosululloh telah memberikan tuntunannya agar seseorang sehat walau hanya sekedar aktifitas minum. Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian minum sambil berdiri. Bila lupa maka muntahkanlah.”
Demikianlah bunyi dari sabda Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau adalah tauladan kita dalam kehidupan sehari-hari bahkan sampai hal terkecilpun yaitu adab minum, yang  beliau telah ajarkan kepada kita yang terbaik dan menyehatkan, dan pasti akan memberikan manfaat untuk umat manusia walaupun penelitian kedokteran manusia belum menemukan manfaatnya. Dan setelah diteliti dalam dunia kedokteran, ternyata manfaat yang dapat diambil dari peringatan Rosululloh tersebut adalah: Pada saat duduk, apa yang diminum atau dimakan oleh seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lembut. Adapun minum sambil berdiri, maka ia akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke dasar usus, menabraknya dengan keras, jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudian menyebabkan disfungsi pencernaan.
Manusia pada saat berdiri, ia dalam keadaan tegang, organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras, supaya mampu mempertahankan semua otot pada tubuhnya, sehingga bisa berdiri stabil dan dengan sempurna. Ini merupakan kerja yang sangat teliti yang melibatkan semua susunan syaraf dan otot secara bersamaan, yang menjadikan manusia tidak bisa mencapai ketenangan yang merupakan syarat terpenting pada saat makan dan minum. Ketenangan ini bisa dihasilkan pada saat duduk, di mana syaraf berada dalam keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk menerima makanan dan minum dengan cara cepat.
Makanan dan minuman yang disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana, yaitu saraf otak kesepuluh yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus. Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf, menghantarkan detak mematikan bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak. Begitu pula makan dan minum berdiri secara terus-menerus terbilang membahayakan dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung.
Dari segi kesehatan, air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh suatu struktur berotot yang bisa membuka, sehingga air kemih bisa lewat dan menutup. Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada pos-pos penyaringan yang berada di ginjal. Nah, Jika kita minum sambil berdiri maka air yang kita minum tanpa disaring lagi dan langsung menuju kandung kemih. Ketika langsung menuju kandung kemih, maka terjadi pengendapan dan disalurkan ke ureter. Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter, inilah salahsatu penyebab penyakit di ginjal.
Subhanalloh, begitulah risalah yang dibawa Rosululloh telah sempurna sampai-sampai posisi minum saja sudah ada aturannya. Dan sebagai penutup dapat diambil kesimpulan, bahwa minum dalam keadaan duduk adalah lebih menyehatkan dan tentunya sesuai dengan sunnah Rosul yang dapat mendatangkan pahala bagi kita, amiin… wallohu ‘alam…..

Berobat Menggunakan Barang Haram



Mengenai berobat, islam tentunya sudah memberikan rambu-rambu, seperti bagaimana kita menggunakan jenis obat-obatan dan lain sebagainya. dan hendaknya kita ketahui bahwa Agama Islam melarang kaum muslimin menggunakan jenis obat-obatan yang mengandung zat-zat yang berbahaya bagi tubuh, dan juga obat-obatan yang haram.
Syaikhul Islam Ibnu taimiyyah rahimahullah ditanya oleh seseorang, bagaimana jika ada seseorang yang berobat ke rumah sakit, kemudian para dokter mengatakan kepada pasien, tidak ada lagi obat yang dapat menyembuhkan penyakit si pasien, kemudian para dokter tadi menganjurkan kepada pasien untuk mengkomsumi daging anjing atau babi, atau berobat menggunakan khamer dan nabidz yaitu minuman yang memabukkan yang terbuat dari juz anggur, kurma dan selainnya yang dibiarkan sampai mengalami fermentasi alias mengandung zat yang memabukan.
Menanggapi pertanyaan ini, ibnu taimiyyah rahimahullahuta’ala menjawab :
Tidak boleh berobat dengan khamr dan barang haram yang lainnya, karena ada dalil-dalil yang melarang hal tersebut.
Yang pertama adalah, hadits riwayat Ahmad dan Muslim dari Wail bin Hujur radhiyallahu ‘anhu, bahwa Thariq bin Suwaid Al-Ju’fiy bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang khamr, Beliaupun melarang khamr, Maka Thariq berkata : “Saya hanya membuatnya untuk obat.” Beliau bersabda : “Sesungguhnya ia bukan obat, tapi justru penyakit.”
Kemudian yang kedua adalah hadits riwayat Abu Dawud dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Alloh menurunkan penyakit dan menurunkan obat, dan menciptakan obat untuk setiap penyakit. Maka berobatlah dan jangan berobat dengan barang haram”
Kemudian hadits yang ketiga adalah hadits riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Abu  Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : “Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam melarang berobat dengan barang haram.” Dan dalam sebuah riwayat : “Maksudnya adalah racun.”
Selanjutnya hadits yang ke empat, yaitu hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Nasai dari Abdurrahman bin Utsman radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : “Seorang tabib menyebut suatu obat disisi Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengatakan bahwa salah satu ramuannya adalah katak. Maka Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam melarang membunuh katak.”
Dan yang berikutnya adalah hadits yang ke lima, yaitu dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata tentang minuman yang memabukkan : “Sesungguhnya Alloh tidaklah menjadikan kesembuhan kalian pada apa yang Dia haramkan atas kalian.” (Hadits riwayat Bukhari dan diriwayatkan oleh Abu Hatim bin Hibban dalam shahihnya secara marfu’ kepada Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam)
Dalil-dalil yang telah disebutkan tadi sangat jelas menunjukkan akan haramnya berobat dengan barang haram, begitu juga sangat jelas sekali akan haramnya pengobatan dengan menggunakan khamr, karena hal tersebut merupakan induk keburukan dan sumber segala dosa.
Adapun perkataan para dokter yang menyatakan bahwa penyakit tersebut tak bisa disembuhkan kecuali dengan obat-obatan yang haram tadi, maka ini adalah perkataan orang yang tidak tahu. dan hal tersebut tidak akan diucapkan oleh orang yang benar-benar tahu tentang ilmu kedokteran, apalagi orang yang mengenal Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rosul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, karena kesembuhan tidak memiliki suatu sebab tertentu yang pasti, tidak seperti rasa kenyang yang memiliki sebab tertentu yang pasti,  karena ada orang yang disembuhkan Alloh tanpa obat, dan ada yang disembuhkan oleh Alloh dengan obat-obat dalam tubuh, baik yang halal maupun yang haram. terkadang obat dipakai, tapi tidak membawa kesembuhan, karena ada syarat yang tak terpenuhi atau adanya penghalang. tidak seperti makan yang merupakan sebab rasa kenyang. karenanya Alloh Subhanahu wa Ta’ala membolehkan memakan barang haram bagi orang yang terpaksa, ketika mengalami kelaparan, sementara ia tidak menemukan lagi makanan untuk bertahan hidup kecuali memakan barang yang haram. nah hal seperti ini diperbolehkan, dengan syarat tidak berlebihan atau makan secukupnya saja, yaitu sekadar bertahan hidup.
Nah, hal ini diperbolehkan karena rasa laparnya akan hilang dengan makan, dan tidak hilang dengan selain makan. bahkan seseorang akan mati atau sakit karena kelaparan, karena makan adalah satu-satunya jalan untuk kenyang, sehingga Alloh Subhanahu wa Ta’ala membolehkannya. Tidak sebagaimana obat-obatan yang haram, karena hal tersebut bukan satu-satunya jalan untuk sembuh, dengan kata lain masih ada obat-obatan lain yang halal.
Bahkan bisa dikatakan bahwa  berobat dengan obat-obatan yang haram adalah tanda adanya penyakit dalam hati seseorang, yaitu pada imannya. Karena jika ia adalah bagian dari umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang beriman, maka Alloh  Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menjadikan kesembuhannya pada apa yang diharamkan. Oleh karena itu, jika ia terpaksa makan bangkai atau sejenisnya, wajib baginya untuk memakannya menurut pendapat yang masyhur dari keempat imam madzhab.
Dan diantara dalil yang memperjelas hal ini, yaitu ketika Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan bangkai, darah, daging babi dan sebagainya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak menghalalkannya kecuali untuk orang yang terpaksa, itupun dengan syarat tidak berlebihan dan tidak dalam keadaan maksiat, sebagaimana disebutkan dalam Qur’an surat Al-Ma’idah ayat 3 yang artinya : “Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Dan kita ketahui, bahwa berobat tidaklah termasuk kategori terpaksa, sehingga tidak boleh berobat dengan menggunakan barang-barang yang di haramkan.
Adapun barang haram yang diperbolehkan karena hajah atau kebutuhan, maksudnya dibolehkan tidak hanya karena keterpaksaan, seperti memakai sutera, hal ini telah disebutkan dalam hadits shahih, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan rukhshah atau keringanan kepada Zubair bin ‘Awwam dan Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhuma untuk memakai sutera karena gatal pada tubuh beliau berdua. Nah hal Ini boleh menurut pendapat yang benar di kalangan ulama, karena memakai sutera hanya diharamkan jika dalam keadaan tidak perlu.
Demikianlah pembahasan kita kali ini, semoga bermanfaat, wallohu ‘alam…..

Rabu, 27 Juli 2011

Penampakan Kehancuran Akhlaq Anak-anak Muslim



Cobalah kita perhatikan sejenak pada sekeliling kita, terutama lingkungan tempat kita tinggal. Lihat dan perhatikan gerak-gerik, tingkah laku dari anak-anak di sekeliling kita. Baik itu anak kita sendiri atau anak-anak tetangga, bahkan setiap anak-anak yang kita jumpai di manapun adanya.
Apa yang kita dapati pada gerak-gerik dan tingkah laku mereka? Bila kita benar-benar menyayangi mereka, tentu khawatir akan prilaku anak-anak itu. Karena, ada gejala tidak baik yang menjadi prilaku calon-calon pengganti kita. Sedangkan mereka sebagian besar adalah anak-anak muslim, berarti mereka anak-anak saudara kita, karena sesama muslim itu bersaudara. Atau tanpa kita sadari bisa juga anak kita sendiri yang punya prilaku yang patut kita khawatirkan itu.
Andai kita masih punya “hati nurani” yang berfungsi dengan baik, pasti kita akan temukan pada diri anak-anak yang sedang dalam perkembangan itu suatu gejala yang membuat hati kita miris melihatnya. Tetapi itu apabila kita masih punya “hati nurani” yang hidup dan ghirah Islamiyah yang berfungsi.
Kenapa dikatakan masih punya “hati nurani” yang hidup? Karena sesungguhnya pada diri kita, khususnya masyarakat perkotaan, kemungkinan yang memiliki “hati nurani” sudah langka. Yang ada kebanyakan hatinya telah menjadi keras, dan hati yang keras tak akan bisa melihat situasi yang berubah menjadi jelek atau tak akan mengerti jika ada kerusakan, baik pada dirinya maupun sekelilingnya.
Apalagi bila ghirah Islamiyahnya sudah pudar, tak akan pernah mau tahu dan tak akan pernah mengerti bahwa telah terjadi sesuatu pada diri atau pada orang lain, walaupun itu kerusakan yang menyangkut saudaranya dan berhubungan dengan agamanya.
Sepertinya, kebanyakan dari kita sudah terlalu penuh dengan kesibukan berlomba mencari dunia, sudah terlalu sibuk untuk sekadar memenuhi hasrat kebutuhan untuk diri sendiri. Baik itu berupa harta, kedudukan (pangkat), dan hasrat untuk bisa dihormati orang. Sehingga tak ada ruang lagi dalam hati kita untuk sekadar peduli melihat situasi, memperhatikan perubahan. Baik itu yang ada di dekat kita (anak-anak kita) atau apalagi perubahan di sekeliling kita. Dan itu lama kelamaan akan terbentuklah pribadi yang tak lagi mempunyai “hati nurani”.
Ada Apa dengan Anak-Anak?
Ada perubahan besar pada gerak-gerik dan tingkah laku anak-anak yang menurut kewajaran, belum masanya untuk berubah. Bayangkan, anak yang masih “bau kencur” alias masih terlalu kecil sudah berubah tingkah lakunya seperti anak yang sudah aqil baligh, atau tingkah lakunya dan gerak geriknya seperti anak yang telah masanya puber.
Perhatikan dengan seksama. Anak-anak yang seharusnya masih terlalu polos dalam ucapan atau bertingkah laku, karena masih usia kanak-kanak (setelah balita), sekarang ini mereka telah berubah, baik itu ucapannya atau tingkah lakunya.
Kita akan dibuat kaget (andai kita masih punya hati nurani), anak-anak sekecil itu sudah bisa dengan lancar main kata-kataan (bertengkar) dengan sesama temannya. Saling tuduh bahwa si teman yang satu ini adalah pacarnya si Pulan, lalu temannya yang dituduh ini balik menuduh bahwa temannya itu pacarnya si Pulanah.
Mereka selalu main kata-kataan bahwa mereka punya pasangan (pacar) satu sama lain. Dan yang lebih miris lagi, anak-anak yang boleh dibilang masih kanak-kanak ini, mereka bertingkah laku begitu itu setiap saat (kapan saja) apabila mereka bertemu satu sama lain. Bahkan kadang bukan hanya saling kata-kataan, namun sampai mereka membuat coretan, entah di tembok pagar atau lainnya, dalam arti telah menjadi fenomena sehari-hari mereka. Dan bukan itu saja. Bahkan jika mereka kumpul atau saling bertemu, jika tidak saling kata-kataan (pertengkaran kecil) maka mereka saling mengakui si A pasangan si B, si Pulan pasangan si Pulanah dan seterusnya. Laa haula wala quwwata illa billah.
Inilah musibah yang melanda di kalangan anak-anak kita!!! Dan itu adalah perubahan besar.
Kenapa dikatakan perubahan besar? Tentu saja. Karena ini tak pernah diduga oleh para orang tua. Biasanya, alamiyahnya, bahwa anak-anak yang masih usia kanak-kanak begitu, masih sangat polos, tak mengerti apa-apa kecuali dunianya yang sebegitu bersih dan suci. Jangankan mereka bisa mengerti apa itu kata “pacar”, kadang mereka belum bisa paham siapa itu laki-laki dan siapa itu perempuan. Tetapi sekarang telah terjadi perubahan besar, anak-anak kita yang katanya masih “bau kencur” sudah bisa tahu apa itu pacar dan apa itu pacaran. Bahkan saling kata-kataan sesama teman bahwa temannya itu pacarnya si anu dan sebaliknya. Dan itu mereka lakukan hampir setiap kesempatan.
Fenomena apa gerangan yang telah terjadi pada anak-anak yang masih ”bau kencur” di sekitar kita, kalau yang begini ini bukan gejala kehancuran akhlaq (tingkah laku)? Sedang mereka itu adalah anak-anak muslim, anak-anak kita, anak-anak saudara kita.
Andai kita masih punya hati nurani, betapa pilu kita menyaksikan fenomena yang begini dahsyat, yang menyangkut anak-anak kita yang seharusnya mereka itu masih polos, putih bersih ibarat kain yang belum ternoda apa-apa. Tetapi kenyataannya kain putih itu sengaja telah ternoda dengan aneka warna akibat keteledoran, dan kebodohan kita!!!.
Coba kita tengok ke masa lalu, sebelum lingkungan pergaulan ini begitu bebas dengan perubahan yang dahsyat ini. Kita masih ingat masa kanak-kanak yang polos dan lugu. Anak kecil di masa lalu, lebih-lebih anak perempuan, jangankan untuk mengerti urusan orang dewasa, untuk ditanya siapa namanya saja malunya bukan main untuk menjawab.
Namun di zaman kini, tidak hanya perubahan tingkah laku yang terjadi pada mereka. Akan tetapi ucapan-ucapan sehari-hari mereka sudah mengarah kepada ucapan-ucapan kasar. Dan itu terdengar sehari-harinya. Bahkan bukan ucapan kasar saja tetapi berupa caci maki dan mengumpat satu sama lain. Dan itu menjadi konsumsi anak-anak kita, anak-anak saudara kita, anak-anak tetangga kita, lingkungan kita.
Caci maki itu mereka ucapkan dengan entengnya bila satu sama lain yang bukan teman dekatnya atau yang bukan gengnya bertemu. Kata “Batu!” kerap terlontar dari mulut-mulut anak-anak itu untuk mengumpat teman yang lain gengnya atau saingannya. Dan caci maki sesama teman meluncur dengan nerocos dari mulut-mulut mereka tanpa merasa ada beban apa-apa. Na’uzubillah min zaalik!. Kami berlindung kepada Allah dari hal yang demikian. Karena sebenarnya, berkata kasar dan mengumpat itu sendiri bukan akhlaq seorang mu’min.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيْسَ بِاللَّعَّانِ وَلاَ الطَّعَّانِ وَلاَ الْفَاحِشِ وَلاَ الْبَذِىءِ ».
Dari Abdullah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya orang mukmin itu bukan pelaknat, bukan pencela, bukan penjorok (sering berkata porno) dan bukan bermulut (yang bicaranya) kotor. (HR Ahmad, kata Syu’aib Al-Arna’uth: sanadnya shahih, rijlanya tsiqot (terpercaya) rijal shahih, dan riwayat At-Tirmidzi, ia berkata ini hadits hasan gharib).
Peringatan keras dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setegas itu. Berarti orang mu’min wajib menjauhi akhlaq buruk yang berisi dosa itu. Namun kenyataannya, anak-anak kecil di zaman sekarang justru telah tumbuh subur dalam praktek akhlaq buruk yang membahayakan iman gara-gara mulut mereka yang tidak dijaga.
Ini kenyataan yang menyakitkan. Tapi yang tak kalah memprihatinkan, terkadang orang tua tak sadar atau sudah sama-sama “Batunya” , sehingga si anak didiamkan saja dan dianggap: “namanya juga anak-anak…”. Sungguh ironis.
Ada fenomena lain yang melengkapi betapa anak-anak kita sudah sedemikian memprihatinkan tingkah lakunya, gerak gerik dan ucapan-ucapannya. Mereka suka mengumpat orang tua temannya. Yang lebih sering melakukan hal ini adalah anak laki-laki. Adapun anak perempuan agak jarang. Tak didapat ucapan yang baik kala sesama teman bertemu, apa lagi ucapan salam. Yang ada saling caci, mengejek satu sama lain dan di sela-sela saling ejek itu karena seringnya berucap kata “Batu!” untuk memaki temannya, sadar atau bahkan malah sengaja, si anak memaki orang tua temannya apabila ia kesal. Padahal mencaci orang tua temannya itu berarti mencaci orang tuanya sendiri.
Hal itu dosa besar yang telah diperingatkan keras oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadits ditegaskan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مِنْ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَهَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ
Dari Abdullah bin Amru bin al-Ash bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Di antara dosa besar adalah seorang laki-laki mencela kedua orang tuanya." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, 'Apakah (mungkin) seorang laki-laki mencela orang tuanya? ' Beliau menjawab: "Ya. Dia mencela bapak seseorang lalu orang tersebut (membalas) mencela bapaknya, lalu dia mencela ibunya, lalu orang tersebut (membalas) mencela ibunya." (Hadits muttafaq ‘alaih, disepakati shahihnya oleh Al-Bukhari dan Muslim).
Belum lagi perihal otak mereka yang telah dijejali pengaruh iklan-iklan dan sinetron-sinetron setiap harinya, sehingga yang mereka ucapkan jingle-jingle iklan dan dialog-dialog sinetron. Tak ada terdengar ucapan yang bermanfaat, apalagi terucap zikir-zikir, tak pernah terdengar.
Mungkin sebagian dari kita justru menilai, tulisan ini berlebihan atau bahasa gaulnya lebay. Bahkan mungkin pula dianggap mengada-ada.
Ya, okey. Sementara anggap saja tulisan ini lebay. Seandainya ini merupakan kekhawatiran berlebihan pun, kalau itu kemudian dilaksanakan pencegahan, dengan mengawasi dan mendidik anak-anak agar menjadi benar, maka insya Allah jadi baik. Sebaliknya, kalau gejala negative dan tidak baik di kalangan anak-anak itu dianggap wajar belaka, tidak ada masalah, lalu tidak diadakan antisipasi apa-apa, maka secara perhitungan akal dapat dipastikan, mereka tidak akan berbalik menjadi baik, justru kemungkinan besar akan tumbuh lebih buruk lagi.
Lebih dari itu, kebiasaan buruk dari anak-anak itu bukan keburukan yang biasa-biasa saja, namun punya daya rusak yang sangat dahsyat, kenapa?
Karena:
1. Orientasi anak-anak itu sudah pada lingkaran syahwat, disalurkan dengan kata-kataan berkaitan dengan pacaran, pasang-pasangan.
2. Perkataan yang anak-anak lontarkan itu cerminan perangai kasar dan sangar. Hingga caci maki dan kata-kata kasar lah yang anak-anak lontarkan sesamanya.

3. Tidak peduli pada norma-norma ataupun nilai-nilai yang mesti dihargai, hingga orang tua pun diumpat tanpa merasa bersalah.
Ketiga factor itu merupakan hal-hal yang sangat berbahaya. Bila anak-anak itu tetap dibiarkan berkembang dalam prilaku buruk itu, maka bahaya besar telah menghadang mereka ketika mereka tumbuh jadi dewasa dan menjadi masyarakat. Kemungkinan sekali akan menjadi kumpulan orang-orang jahat yang telah dikecam dalam agama.
1. Ketika masih kanak-kanak, orientasi mereka sudah pada lingkaran syahwat, maka dikhawatirkan akan menjadi masyarakat buruk yang meninggalkan shalat dan mengikuti syahwat.
Masalah itu telah dikisahkan dalam Al-Qur’an:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا [مريم/59]
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, (QS Maryam/ 19: 59).
Imam Ibnul Jauzi dalam tafsirnya Zadul Masir menjelaskan, أَضَاعُوا الصَّلَاةَ menyia-nyiakan shalat, adalah meninggalkannya, itu dikatakan oleh Al-Quradhi, dan makna itu dipilih oleh Az-Zajaj. Sedang firman-Nya { وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ } kata Abu Sulaiman Al-Dimasyqi: memperturutkan hawa nafsunya, hal itu misalnya mendengarkan nyanyian, minum khamr (minuman keras), zina, main-main –al-lahwu—dan semacamnya yang menghalangi dari menunaikan kewajiban-kewajiban dari Allah ‘Azza wa Jalla. (Ibnul Jauzi, Zadul Masir dalam menafsiri QS 19: 59).
2. Ketika kanak-kanak sudah bermulut kotor, berkata-kata kasar, maka dikhawatirkan kelak akan tumbuh jadi masyarakat yang sangar lagi kasar serta bermulut jorok. Sedangkan orang yang seperti itu perangainya, tidak lain adalah calon-calon penghuni neraka.
رَوَى التِّرْمِذِيُّ عَنْ أَبِي هريرةَ قال : قال رسول اللّه صلى الله عليه وسلم : " الْحَيَاءُ مِنَ الإيمَانُ فِي الجَنَّةِ ، والبَذَاءُ مِنَ الجَفَاءِ؛ والجَفَاءُ فِي النَّارِ " قال أبو عيسى : هذا حديث حسن صحيح؛
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malu itu sebagian dari iman (dan iman itu) di dalam surga. Sedang mulut kotor (suka bicara kotor) itu rermasuk perangai kasar (sangar), dan perangai kasar (sangar) itu dalam neraka.” (HR At-Tirmidzi / Abu ‘Isa berkata: ini hadits hasan shahih).
3. Apabila ketika kanak-kanak tidak peduli pada norma-norma ataupun nilai-nilai yang mesti dihargai, maka dikhawatirkan sekali akan tumbuh menjadi menusia-manusia yang mujahirin (terang-terangan) dalam berbuat dosa, yang hal itu mengakibatkan hilangnya ampunan Allah Ta’ala.
عَن عَن سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .
Hadits dari Salim bin Abdullah, ia berkata, aku mendengar Abu Hurairah berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua ummatku akan diampuni dosanya (mu’afan), kecuali yang terang-terangan berbuat dosa (Al Mujahirin). Dan termasuk dari mujaharah (terang-terangan) yaitu seorang berbuat di waktu malam suatu perbuatan (dosa) kemudian pagi-pagi (diceritakan pada lain orang), padahal semalam itu Allah telah menutupinya, lalu dia berkata wahai Fulan, aku telah berbuat tadi malam begini dan begini, sedangkan ia bermalam dalam keadaan Tuhannya menutupi (aib)nya, dan tetapi pagi-pagi ia membuka apa yang ditutupi Allah itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tiga tingkah itu (meninggalkan shalat dan mengikuti syahwat, bermulut kotor dan berperangai sangar/ kasar, dan terang-terangan dalam berbuat dosa;) semuanya merupakan puncak-puncak keburukan yang ancamannya neraka ataupun hilangnya ampunan dari Allah Ta’ala. Betapa mengerikannya bila yang tumbuh itu adalah generasi yang gaya hidupnya seburuk itu.

Dari analisis ini, jika kita orang tua masih punya “hati nurani” dan punya sedikit perasaan serta ghirah Islam yang baik, pasti pilu melihat kenyataan ini. Padahal mereka (anak-anak) adalah calon generasi pengganti kita, pewaris keturunan kita, calon pemimpin. Lalu apa jadinya mereka kelak saat mereka menjadi orang tua, saat mereka menjadi pemimpin, walau hanya pemimpin rumah tangganya, bila kecilnya saja telah begitu jelek tingkah laku dan ucapannya? Sungguh memilukan bukan??? (madrasahibu.com)

Perjuangan Islam



Orang-orang yang berpendapat bahwa setiap prinsip manapun yang dikenal umat manusia dalam sejarahnya yang panjang, mungkin untuk berjuang menentang segala macam keaniayaan, sebagaimana perjuangan yang telah dilakukan Islam, atau dapat berdiri di samping orang-orang yang teraniaya semuanya sebagaimana yang telah dilakukan Islam, atau dapat berteriak di depan muka para tiran dan diktator-diktator yang sombong sebagaimana yang telah dilakukan oleh Islam, maka orang yang berpendapat begini amat tersalah, atau amat tergoda, atau amat tidak mengerti akan Islam.

Orang yang berpendapat bahwa mereka itu orang Islam, tetapi mereka tidak berjuang menentang keaniayaan dengan segala bentuknya, tidak mempertahankan orang-orang yang teraniaya dengan sebaik-baiknya dan tidak berteriak di depan muka para tiran dan diktator. Orang yang berpendapat seperti ini amat tersalah sekali, atau mereka itu amat munafik, atau amat tidak mengerti akan Islam.

Inti Islam itu adalah gerakan pembebasan. Mulai dari hati nurani setiap individu dan berakhir di samudera kelompok manusia. Islam tidak pernah menghidupkan sebuah hati, kemudian hati itu dibiarkannya menyerah tunduk kepada suatu kekuasaan di atas permukaan bumi, selain daripada kekuasaan Tuhan Yang Satu dan Maha Perkasa. Islam tidak pernah membangkitkan sebuah hati, lalu dibiarkannya hati itu sabar tidak bergerak dalam menghadapi keaniayaan dalam segala macam bentuknya, baik keaniayaan ini terjadi terhadap dirinya, atau terjadi terhadap sekelompok manusia di bagian dunia manapun, dan di bawah penguasa manapun juga.

Jika anda melihat keaniayaan terjadi, bila anda mendengar orang-orang yang teraniaya menjerit, lalu anda tidak menemui umat Islam ada di sana untuk menentang ketidakadilan itu, menghancurkan orang yang aniaya itu, maka Anda boleh langsung curiga apakah umat Islam itu ada atau tidak. Tidak mungkin hati-hati yang menyandang Islam sebagai aqidahnya, akan rela untuk menerima ketidakadilan sebagai sistemnya, atau rela dengan penjara sebagai hukumnya.

Masalahnya, Islam itu ada atau tidak ada. Kalau Islam itu ada maka ini berarti perjuangan yang tidak akan henti-hentinya, jihad yang tidak ada putus-putusnya, mencari syahid demi untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan persamaan. Kalau Islam tidak ada, maka di waktu itu yang terdengar adalah bisikan do’a-do’a, bunyi tasbih yang dipegang di tangan, jimat-jimat dengan do’a perlindungan, berserah diri dengan harapan langit akan menghujankan rezeki dan kebaikan ke atas bumi, menghujankan kemerdekaan dan keadilan. Langit tidak pernah menghujankan hal-hal seperti ini. Tuhan tidak akan menolong suatu kelompok manusia yang tidak mau menolong diri sendiri, orang yang tidak percaya kepada keluarganya sendiri, dan tidak menjalankan hukum Tuhan tentang jihad dan perjuangan:

“Allah tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, sampai bangsa itu mengubah nasibnya sendiri.” (QS. Ar-Rad [13] : 11)

Islam adalah aqidah revolusioner yang aktif. Artinya kalau ia menyentuh hati manusia dengan cara yang benar, maka dalam hati itu akan terjadi suatu revolusi: revolusi dalam konsepsi, revolusi dalam perasaan, revolusi dalam cara menjalani kehidupan, dan hubungan individu dan kelompok. Revolusi yang berdasarkan persamaan mutlak antara seluruh umat manusia. Seorang tidak lebih baik dari yang lainnya selain dengan taqwa. Berdasarkan kehormatan manusia, yang tidak meninggalkan seorang makhluk pun di atas dunia, tidak suatu kejadian pun, dan tidak suatu nilai pun. Revolusi itu berdasarkan keadilan mutlak, yang tidak dapat membiarkan ketidakadilan dari siapa pun juga, dan tidak dapat merelakan ketidakadilan terhadap siapa pun juga. Baru saja manusia merasakan kehangatan aqidah ini, ia akan maju ke depan untuk merealisasikannya dalam alam nyata dengan seluruh jiwanya. Ia tidak tahan untuk bersabar, untuk tinggal diam, untuk tenang-tenang saja, sampai ia benar-benar telah menyelesaikan realisasinya di alam nyata. Inilah pengertiannya bahwa Islam itu suatu aqidah revolusioner yang aktif-dinamis.

Orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh, kemudian mereka orang-orang yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah yang tinggi. Kalimat Allah di atas bumi ini tidak akan dapat tertegak, selain jika ketidakadilan dan keaniayaan telah dihilangkan darinya sampai seluruh manusia itu memperoleh persamaan seperti gigi sisir, di mana tidak ada salah seorang pun yang lebih dari orang lain selain karena ketaqwaan.

Orang-orang yang melihat ketidakadilan di sepanjang jalan, dan bertemu dengan kesewenang-wenangan di setiap saat, dan mereka tidak menggerakkan tangan maupun lidah, padahal mereka itu mampu untuk menggerakkan tangan dan lidah. Mereka ini adalah orang-orang yang hatinya tidak digugat oleh Islam. Jika hatinya tergugat oleh Islam tentulah mereka akan berubah menjadi para mujahidin yang berjuang mulai dari saat api yang suci itu menyentuh hati-hati yang rasional dan menyalakannya, dan mendorongnya dengan dorongan yang kuat ke medan perjuangan.

Seandainya jiwa nasionalisme mampu mendorong kita sekarang ini untuk berjuang menentang penjajahan yang dibenci itu, seandainya jiwa kemasyarakatan mampu mendorong kita hari ini untuk berjuang menentang kaum feudal yang tidak berbudi dan kapitalisme yang memeras, seandainya jiwa kebebasan individu mampu untuk mendorong kita sekarang ini untuk berjuang menentang diktator yang melampaui batas dan ketidakadilan yang congkak, maka jiwa Islam mengumpulkan penjajahan, feudalisme dan kediktatoran di bawah sebuah nama, yaitu: ketidakadilan. Jiwa Islam mendorong kita semua untuk memerangi segalanya itu, tanpa pikir-pikir dan tanpa ragu-ragu, tanpa pembicaraan lagi dan tanpa dibeda-bedakan lagi. Itulah salah satu ciri Islam yang besar di bidang perjuangan manusia untuk menegakkan kemerdekaan, keadilan dan kehormatan.

Seorang muslim yang telah merasakan jiwa Islam dengan hatinya, tidak mungkin akan memberikan pertolongan kepada pihak penjajah, atau memberikan bantuan kepada mereka, atau berdamai dengan mereka sehari pun, atau berhenti berjuang melawan mereka, baik secara sembunyi-sembunyi atau secara terang-terangan. Pertama-tama ia akan menjadi pengkhianat bagi agamanya, sebelum menjadi pengkhianat terhadap tanah airnya, terhadap bangsanya dan terhadap kehormatan dirinya. Setiap orang yang tidak merasakan adanya rasa permusuhan dan kebencian terhadap kaum penjajah dan tidak melakukan perjuangan menentang mereka sekuat tenaga, adalah pengkhianat. Lalu bagaimana dengan orang yang mengadakan perjanjian persahabatan dengan mereka? Bagaimana dengan orang yang mengadakan persekutuan abadi dengan mereka? Bagaimana dengan orang yang memberikan bantuan kepada mereka baik di zaman damai maupun di zaman perang? Bagaimana dengan orang yang membantu mereka dengan makanan sedangkan bangsanya sendiri kelaparan? Bagaimana dengan orang yang melindungi dan menutup-nutupi mereka?

Seorang muslim yang merasakan jiwa Islam dengan hatinya tidak mungkin akan membiarkan kaum feudal yang tidak bermoral dan kaum beruang yang menindas itu berada dalam keamanan dan ketenteraman. Ia akan memberitahukan perbuatan mereka yang tidak punya rasa malu. Ia akan menjelaskan kejelekan-kejelekan mereka. Ia akan berteriak di depan muka mereka yang tidak bermalu itu. Ia akan berjuang menentang mereka dengan tangan, dengan lidah dan dengan hati, dengan segala cara yang dapat dilakukannya. Setiap hari yang dilaluinya tanpa perjuangan, setiap saat yang dilaluinya tanpa pergelutan, dan setiap detik yang dilaluinya tanpa karya nyata, dianggapnya sebagai dosa yang menggoncang hati nuraninya, sebagai kesalahan yang membebani perasaannya, sebagai suatu perbuatan kriminil yang hanya dapat dihapuskan dengan perjuangan penuh dorongan, penuh kehangatan, penuh tolakan.

Setiap muslim yang merasakan Islam dengan hatinya tidak akan mungkin membiarkan diktator yang aniaya serta penguasa zalim yang tidak bermalu bergerak di atas permukaan bumi, menjadikan manusia budak beliannya, padahal tiap-tiap manusia dilahirkan oleh ibunya sebagai orang yang merdeka. Tetapi orang Islam itu akan maju ke depan dengan jiwa dan hartanya, untuk memperkenankan seruan Tuhannya yang menciptakannya dan memberi rezeki kepadanya:

“Kenapa kamu tidak berjuang di jalan Allah dan untuk kepentingan orang-orang yang tertindas, yang terdiri dari laki-laki, wanita dan anak-anak kecil, yang berkata, ‘Wahai Tuhan Kami! Keluarkanlah kami dari negara yang penduduknya aniaya ini. Berikanlah kepada kami seorang penolong dari sisi-Mu. Berikanlah kepada kami seorang pembantu dan sisi-Mu’.” (QS. An-Nisa’ [4] : 75)

Jadilah seorang Islam. Ini telah cukup untuk mendorongmu berjuang menentang penjajahan dengan berani, mati-matian, penuh pengorbanan dan kepahlawanan. Kalau Anda tidak dapat melakukannya, cobalah periksa hatimu. Barangkali hati itu telah tertipu tentang hakekat imanmu. Kalau tidak begitu, alangkah sabarnya Anda, karena tidak berjuang menentang penjajahan.

Jadilah seorang Islam. Ini saja telah cukup untuk mendorong anda berjuang melawan segala bentuk ketidakadilan sosial, suatu perjuangan yang dilakukan dengan terus-terang, penuh semangat, penuh dorongan. Kalau Anda tidak melakukan hal ini, cobalah periksa hatimu. Mungkin hati itu telah tertipu tentang hakekat imanmu. Kalau tidak begitu, kenapa Anda menjadi demikian teganya untuk tidak berjuang melawan pencaplokan hak?

Jadilah seorang Islam. Ini saja telah cukup untuk mendorong maju ke depan, berjuang melawan ketidakadilan, dengan tekad yang teguh tanpa memperdulikan kekuatan-kekuatan lawan yang hanya berupa kekuatan lalat, tetapi oleh orang-orang lemah dikira merupakan halangan besar. Kalau Anda tidak melakukan hal ini, cobalah periksa hatimu, mungkin ia telah tertipu tentang hakekat imanmu. Kalau tidak begitu, kenapa Anda menjadi demikian sabarnya dan teganya untuk tidak berjuang menentang ketidakadilan?

Semua prinsip yang terdapat di atas dunia ini, semua jalan pemikiran yang terdapat di atas dunia ini, akan mengambil jalan yang berada-beda, masing-masingnya mencari bidangnya sendiri-sendiri, untuk merealisasikan keadilan, kebenaran dan kemerdekaan. Tetapi Islam berjuang di segala bidang itu. Ia mencakup seluruh gerakan pembebasan. Ia menggerakkan seluruh pejuang.

Kalau orang-orang yang mempunyai prinsip dan jalan pemikiran mendasarkan kekuatannya kepada kekuatan dunia yang cepat hilang, Islam mendasarkan kekuatannya kepada kekuatan azali dan abadi. Orang orang Islam melakukan perjuangan dengan hati yang penuh rindu untuk mencapai syahid di bumi, agar ia beroleh kehidupan di langit:

“Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang yang beriman, dengan janji bahwa mereka itu akan mendapat surga. Mereka berjuang di jalan Allah. Mereka membunuh dan terbunuh. Ini adalah suatu janji yang benar yang terdapat dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih memenuhi janji dari Allah?” (QS. At-Taubah [9] : 111)