Blogroll

Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun".
"Barangsiapa dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan PEMAHAMAN AGAMA kepadanya.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

Pages

Kamis, 21 Juli 2011

Ketika Ormas Anarkis: Versi Siapa?


Pasca penyerangan Ahmadiyah, presiden langsung menggulirkan wacana pembubaran “ORMAS ANARKIS”. Term “Ormas Anarkis” lalu menjadi bola liar yang bisa dimanfaatkan siapa saja. Akhirnya bola itu disepak siapa saja yang berkepentingan. Sampai-sampai kemudian tudingan itu disematkan kepada ormas-ormas yang sering dianggap melakukan aksi penindakan terhadap kemaksiatan, seperti FPI.
Kontan saja hal ini membuat kita bingung. Ahmadiyah yang jelas-jelas melakukan pelanggaran, malah tidak ditindak. Sementara FPI yang tidak terbukti melakukan kekerasan di tempat kejadian malah menjadi target utama pembubaran. Aneh bin ajaib.
Seperti mendapatkan momen, elemen-elemen yang tidak suka dengan FPI langsung angkat bicara. Media massa seperti televisi juga terlihat sedang berpesta dengan isu ini. FPI, FUI dan ormas sejenis menjadi bahan tertawaan dan perbincangan. Sementara Ahmadiyah tenggelam, padahal dialah sumber masalah selama ini.
Kalangan liberal seolah mendapat momen yang sangat berharga. Atas nama HAM, dan kebebasan untuk memilih keyakinan, mereka menyerang pemerintah karena dianggap tidak bisa melindungi pemeluk agama menjalankan aktivitasnya. Mereka lupa bahwa Ahmadiyah sudah divonis sesat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Negara-negara lainnya. Atau memang kata sesat tidak bisa mereka terima sebagai sebuah kata yang berbahaya?
Kekerasan bak sebuah kata yang bisa dimanfaatkan oleh siapa saja. Densus 88 selama ini dianggap paling bertanggungjawab dalam hal menularkan aksi kekerasan kepada masyarakat. Cara-cara dia menangani terorisme dengan menembak mati tersangka, atau memukul dan menyiksa sudah menjadi rahasia umum. Aksi inilah akhirnya memberikan pelajaran kepada masyarakat bahwa aparatlah yang mengajarkan menggunakan kekerasan sebagai cara menangani persoalan.
Jadi ini merupakan pukulan telak buat pemerintah. Bila pemerintah tidak menghendaki kekerasan terjadi di tengah-tengah masyarakat, maka contoh itu harus dimulai dari pemerintahnya. Bagaimana mereka mau menggunakan aksi aksi yang lebih santun dalam menangani masalah. Bukan dengan menunjukkan arogansi kekuatan dan kekuasaan. Karena selagi pemerintah justru memilih aksi kekerasan sebagai strategi penanganan masalah, maka kekerasan akan selalu ada di masyarakat kita. Persoalan tinggal siapa yang melakukan.
Jangan Terpancing
Banyak himbauan juga dilontarkan kepada umat Islam agar tidak terpancing dengan aksi seorang pendeta yang mencela agama Islam. Tetapi mereka lupa, mereka juga harus menghimbau para misionaris yang secara kasar menyebarkan agamanya dengan cara cara tidak sopan dan kasar. Mendakwahkan agama dengan kamuflase, penyesatan, penggiringan dan pemurtadan massal. Pemerinta tahu tapi tidak mengambil tindakan. Sementara mereka dibiarkan dan semakin gencar melakukan penggembosan penggembosan.
Pemerintah harus adil dalam menangani pihak pihak yang terlibat. Tidak aka nada asap kalau tidak ada api. Segala sebab harus diminimalkan, karena ketidaktegasan hanya akan menyisakan sebuah peluang untuk adanya aksi kekerasan lagi. Polisi, penegak hokum dan aparat keamanan harus dilatih ulang untuk mengendalikan emosi, lebih menggunakan komunikasi dialog dalam menyelesaikan permasalahan. Bukan malah pamer kekuatan dan senjata yang canggih, hanya karena ingin menunjukkan kinerja di depan Negara donor yang mensuplai kebutuhan mereka. Walahua’lam

0 komentar:

Posting Komentar

Jazakallah