Blogroll

Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun".
"Barangsiapa dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan PEMAHAMAN AGAMA kepadanya.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

Pages

Kamis, 21 Juli 2011

Ciri Utama Ulama' Pewaris Nabi



Marilah kita selalu mengulangi ucapan rasa syukur kepada Allah karena nikmat-nikmat-Nya yang telah tercurahkan kepada kita semua sehingga kesehatan jasmani dan rohani masih menghiasi kita. Semoga rasa syukur yang kita panjatkan ini, menjadi kunci lebih terbukanya pintu-pintu karunia-Nya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Jika kalian bersyukur, maka akan Kami tambahkan bagimu dan jika kamu mengingkarinya, sesungguhnya siksaanKu itu sangat pedih”. (Ibrahim: 7)
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan pada nabi junjungan, nabi besar Muhammad sallallahu alaihi wasallam beserta keluarganya, sahabanya dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Kami wasiatkan juga kepada para jamaah dan diri saya sendiri, agar senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Ta’ala. Tujuannya adalah agar iman dan taqwa tersebut mengakar kuat dan kokoh di lubuk hati yang paling dalam. Sebab itulah modal yang hakiki untuk menyongsong kehidupan abadi, agar hari-hari kita nanti bahagia.
Jama’ah jum’ah yang dimulyakan Allah Ta’ala
Sesungguhnya para ulama adalah seperti bintang dilangit. Lewat tangan merekalah manusia mendapat petunjuk. Merekalah yang menjelaskan kepada ummat ini jalan petunjuk dan keistiqomahan di atas pentunjuk tersebut. Dengan merekalah ummat paham tentang jalan kejelekan dan cara menjauhinya. Mereka ibarat hujan yang turun pada tanah gersang sehingga menumbuhkan berbagai tumbuhan yang bermanfaat.
Ulama’ yang shalih serta komitmen terhadap diinnya adalah pewaris para nabi. Merekalah yang akan mengarahkan dan menuntun ummat dari kegelapan menuju islam. Merekalah lentera-lentera kehidupan ini. Sebagaimana Nabi sallallahu alaihi wasallam bersabda :
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris Nabi-nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham dan mereka hanya mewariskan ilmu, maka siapa-siapa yang mengambilnya berarti dia telah mengambil bahagian yang sempurna". Hadits ini shahih, dan Imam Turmuzi, Ibnu Majah juga meriwayatkan Hadits tersebut.
Demikan tingginya kedudukan ulama’ di dalam Islam. Sehingga Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menyembut mereka sebagai pewaris para nabi. Karena ditangan merekalah risalah ini akan menyebar dan akan sampai ke dalam hati-hati hamba. Menyelematkan mereka dari kegelapan jahiliyah dan menuntun ummat menuju jannah.
Jama’ah jum’ah yang dimulyakan Allah Ta’ala
Tapi perlu diketahui bahwa disamping ada ulama’ pewaris nabi, ada juga ulama’ su’ yang menjual akhirat mereka untuk mendapatkan secuil dari dunia. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadistnya :
يَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ رِجَالٌ يَخْتَلُونَ الدُّنْيَا بِالدِّينِ يَلْبَسُونَ لِلنَّاسِ جُلُودَ الضَّأْنِ مِنْ اللِّينِ أَلْسِنَتُهُمْ أَحْلَى مِنْ السُّكَّرِ وَقُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الذِّئَابِ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَبِي يَغْتَرُّونَ أَمْ عَلَيَّ يَجْتَرِئُونَ فَبِي حَلَفْتُ لَأَبْعَثَنَّ عَلَى أُولَئِكَ مِنْهُمْ فِتْنَةً تَدَعُ الْحَلِيمَ مِنْهُمْ حَيْرَانًا
 “Akan muncul di akhir zaman orang-orang yang mencari dunia dengan agama. Di hadapan manusia mereka memakai baju dari bulu domba untuk memberi kesan kerendahan hati mereka, lisan mereka lebih manis dari gula namun hati mereka adalah hati serigala (sangat menyukai harta dan kedudukan). Alloh berfirman, “Apakah dengan-Ku (kasih dan kesempatan yang Kuberikan) kalian tertipu ataukah kalian berani kepada-Ku. Demi Diriku, Aku bersumpah. Aku akan mengirim bencana dari antara mereka sendiri yang menjadikan orang-orang santun menjadi kebingungan (apalagi selain mereka) sehingga mereka tidak mampu melepaskan diri darinya.” (HR: Tirmidzi)
Ulama su’ adalah peringkat ulama yang paling rendah, paling buruk dan paling merugi. Semua itu dikarenakan ia mengajak kepada kejahatan dan kesesatan. Ia menyuguhkan keburukan dalam bentuk kebaikan. Ia menggambarkan kebatilan dengan gambar sebuah kebenaran. Mereka tidak lain adalah para khalifah syetan dan para wakil Dajjal.
Jama’ah jum’ah yang dimulyakan Allah Ta’ala
Ciri ulama’ pewaris nabi
Maka dari itu, marilah kita membahas sifat sifat seorang, alim yang menjadi pewaris paranabi dan menjadi pembimbing ummat menuju jalan yang lurus.
Pertama : Mereka menjauhi penguasa dan menjaga diri dari mereka.
Hudzaifah bin Yaman menasehatkan: “Hindari oleh kalian tempat-tempat fitnah.” Beliau ditanya:”Apa itu tempat-tempat fitnah.”Beliau menjawab:’(tempat- tempat fitnah) adalah pintu-pintu para penguasa. Salah seorang diantara kalian masuk menemui seorang penguasa, lantas dia akan membenarkan penguasa itu dengan dusta dan menyatakan sesuatu yang tidak ada padanya.”  [ Riwayat Dailami, ma rowahu al asathin fi ‘adamil naji’I ila salathin, Jalaludin as suyuthi ].
Betapa banyak kita saksikan para ulama’ yang menjadi teman dekat para pengusa telah merubah hukum dan aturan-aturan Islam. Yang halal diharamkan, sebaliknya yang haram dihalalkan.
Kedua : Mereka tidak terburu-buru dalam berfatwa (sehingga mereka tidak berfatwa kecuali setelah menyakini kebenarannya).
Adalah para Salaf saling menolak untuk berfatwa sampai pertanyaan kembali lagi kepada orang yang pertama (di tanya).
Abdurrahman bin Abi Laila menceritakan kisahnya: Aku pernah mendapati di masjid (nabi) ini 120 orang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka saat ditanya tentang suatu hadits atau fatwa melainkan dia ingin saudaranya (dari kalangan shahabat yang lain) yang menjawabnya. Kemudian tibalah masa pengangkatan kaum-kaum yang mengaku berilmu saat ini. Mereka bersegera menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kalau seandainya pertanyaan ini dihadapkan kepada Umar bin Khattab, niscaya beliau mengumpulkan ahli Badar untuk di ajak bermusyawarah dalam menjawabnya.
Sedangkan hari ini kita lihat bersama. Semua orang gampang untuk berfatwa. Bahkan mereka tidak segan menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mereka ketahui karena malu pamor mereka turun. Persis keadaan kita hari ini dengan sebuah hadist nabi sallallahu alaihiwasallam :

إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًَا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًَا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًَا جُهَّالًَا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍِ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidaklah mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba. Namun Allah akan mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Hingga bila tidak tersisa seorang pun ulama, manusia mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Mereka ditanya lalu berfatwa tanpa ilmu. Mereka pun sesat dan menyesatkan (orang lain) Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy 1/163-164 dan Muslim no. 2673.

Jama’ah jum’ah yang dimulyakan Allah Ta’ala

Ketiga : mengamalkan ilmunya.
Seorang yang berilmu tapi tidak mau mengamalkan seperti orang-orang yahudi. Sebaliknya, beramal tanpa ilmu adalam menyerupai orang-orang nasrani. Kita diajarkan oleh Allah Ta’ala untuk selalu berdo’a dalam shalat kita :
اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [ Al Fatihah 6 – 7 ].
Seorang ulama’ tidak hanya dilihat omongannya. Tetapi yang lebih diperhatikan oleh para muridnya adalah perbuatannya. Apa artinya omongan yang lantang dan tegas serta memukau akan tetapi amalannya jauh dari apa yang disampaikan.
Sahabat ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Sesungguhnya manusia semua pandai bicara, maka barangsiapa ucapannya sesuai dengan perbuatannya, itulah orang yang mendapatkan bagiannya, dan barangsiapa perbuatannya menyalahi ucapannya maka sesungguhnya ia sedang mencaci dirinya.” [Jami’ bayanil ‘ilmi 1/696]
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullahu berkata:
لاَ يَزَالُ الْعَالِمُ جَاهِلًا بِمَا عَلِمَ حَتَّى يَعْمَلَ بِهِ، فَإِذَا عَمِلَ بِهِ كَانَ عَالِمًا
“Seorang alim senantiasa dalam keadaan bodoh hingga dia mengamalkan ilmunya. Bila dia sudah mengamalkannya, barulah dia menjadi alim.” (Diambil dari ‘Awa’iq Ath-Thalab, hal. 17-18)
Semoga Allah senantiasa memberikan pada kita kekuatan untuk biasa memilih para ulama’ yang baik. Dan jika kita hari ini Allah takdirkan menjadi seorang guru ataupun ustadz dan juga ulama’, kita berusaha untuk memenuhi sifat-sifat tersebut.
Demikian khutbah jum’ah yang kami sampaikan. Ada benarnya datangnya dari Allah Ta’ala, dan jika ada salahnya datangnya dari saya karena bisikan syaitan.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.

0 komentar:

Posting Komentar

Jazakallah