Blogroll

Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun".
"Barangsiapa dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan PEMAHAMAN AGAMA kepadanya.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

Pages

Selasa, 09 Agustus 2011

I K H L A S


I. MUQODDIMAH
Segala puji bagi Allah , Dzat yang telah menyinari hati setiap kaum beriman. Sholawat serta  alam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. para  ahabat, tabi’in dan orang-orang yang senantiasa mengikuti jalannya.
Seluruh manusia akan celaka kecuali mereka yang beramal. Semua orang yang beramal akan celaka kecuali mereka yang muhlisun (yang ikhlas). Dan orang-orang yang ikhlas di atas pangkat yang agung. ( Minhajul Qosidin hal : 348 )
Permasalahan niat adalah permasalahan yang sangat urgen dan penting sekali, berapa banyak ayat dan hadits Rasulullah SAW yang menerangkan dan menggambarkan akan pentingnya niat itu. Disatu sisi Allah memuji orang-orang yang benar niatnya dan disatu sisi Allah mencela orang yang salah niatnya.

Allah SWT berfirman: Artinya: ” Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Al Furqon :23)
Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin hambal, Ibnu Mahdi, Ibnu Madini, Imam Abu Dawud, dan Imam Daruquthni, dalam hal niat telah bersepakat bahwa niat adalah sepertiga dari ilmu. Bahkan sebagian yang lain, mengatakan seperempat dari ilmu. Imam Baihaqi memberikan suatu alasan kenapa niat termasuk sepertiga dari ilmu. Perbuatan manusia itu senantiasa berhubungan dengan tiga unsur:
  1. 1. Hati
  2. 2. Lisan
  3. 3. Angota tubuh
Diantara tiga hal yang ada ini, niat adalah satu yang terpenting, bahkan terkadang niat merupakan ibadah yang tersendiri (Mustaqillah) dan ibadah yang lain mengikut padanya. Maka dapat dikatakan bahwa niat seorang mu’min itu lebih baik dari amalnya ( Syarh matan arbain Nawawy hal : 23)
Dalam atsar salaf disebutkan bahwa mereka senantiasa menjaga dan memelihara keihlasan dalam ibadah. Dari Bakar bin Maiz berkata : “Rabi’ tidak pernah menampakkan sholat tatowwu’ di masjid kaumnya sedikitpun kecuali hanya sekali saja”. ( Aina nahnu min akhlaqi salaf hal : 9 )
Ayyub berkata:”Mengikhlaskan niat itu lebih berat dari pada perbuatan( Tazkiyatunnafs hal : 17 )

II. PENGERTIAN
A. Bahasa :
Al Ikhlas adalah masdar dari : Akhlasho yang berarti memurnikan. ( Nuzhatul muttaqin ) Kebalikan ikhlas adalah syirik maka orang yang tidak mukhlis adalah musyrik, meskipun syirik ada beberapa derajat. (Tahdzib mauidlotul mu’minin hal : 427)
B. Istilah:
  1. Memurnikan tujuan hanya kepada Allah dari setiap bentuk ketaatan (Tazkiyatunnafs hal : 13)
  2. Amalan hati yang diperuntukkan hanya kepada wajah Allah semata bukan untuk yang lain. ( Nuzhatul nuttaqin hal:1/19 )
  3. Melepaskan diri dari pandangan manusia (mahluk) dan senantiasa memandang Allah SWT. ( Tazkiyatunnafs hal : 13 )
  4. Ikhlas adalah memurnikan maksud dan tujuan taqorrub kepada Allah dari segala bentuk syawaib. ( Mauidlotul mu’minin hal : 427 )

III. DALIL-DALIL TENTANG IKHLAS
A. Al Qur’an
Artinya : ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah:5) Sungguhnya Allah telah memuji orang-orang yang senantiasa berbuat ikhlas kepada Allah yaitu orang-orang yang menafyikan segala bentuk keinginan dan tujuan kepada selain kepada Allah. Riya’ adalah sebaliknya. Allah SWT berfirman : Artinya : ” Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku : “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al kahfi:110)
B. Hadits
Rasulullah SAW, bersabda : Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul- Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.(Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
IV. POTRET SALAFUS SHOLIH DALAM KEIKHLASAN
Dari Abu bakar bin Maiz : “Tidak pernah Robi’ terlihat mengerjakan sholat sunah di masjid kaumnya kecuali hanya sekali.” (Shifatu As-Shofwah : 3/61 )
Dari mundir dari Robi’ bin khutsaim berkata : “Segala sesuatu yang dikerjakan bukan untuk mengharap ridho Allah Swt adlalah rusak .” ( Shifatu As-Shofwah : 3/61 )
Dari Abi Hamzah Ats-Tsumali berkata : Adalah Ali bin Husain memanggul karung yang berisi roti pada malam hari dan bersedekah dengannya , ia berkata “Sesungguhnya sodaqoh secara sembunyi-sembunyi bisa memadamkan murka Allah Azza wajalla.(Shifatu As-Sofwah : 2/96 )
Dari Amru bin Tsabit berkata : ketika Ali bin Husain wafat mereka memandikannya. pandangan mereka tertuju pada bakar hitam yang ada diatas punggung Ali, dan berkata : Apa ini ? maka dijawab : ini adalah bekas beliau memanggul karung yang berisi roti pada malam hari dan memberikannya kepada para fuqoro’ penduduk madinah. (Shifatu As- Shofwah:2/96)
Dari Abi Ja’far Al-Hadz-dza, ia berkata : Saya mendengar Ibnu Uyainah berkata : ” Apabila yang tersembunyi sesuai dengan yang nampak maka itu adalah keadilan, sedang apabila yang tersembunyi itu lebih baik dari pada yang nampak maka itu adalah keutamaan, sedang apabila yang Nampak lebih baik dari yang tersembunyi maka itu adalah kedurhakaan “.( Shifatu As-Shofwah : 2/234 )
Dari Abdillah bin Mubarok, ia berkata : “Dikatakan kepada Hamdun bin Ahmad, apa yang menyebabkan pekataan salaf lebih bermanfaat dari pada perkataan kita ? beliau menjawab : karena mereka berbicara untuk kemulyaan islam dan keselamatan jiwa serta keridhoan Alla Azza wajalla, sedangkan kita berbicara untuk kemuliaan nafsu dan mencari dunia serta keridhoan manusia. ( Shifatu As- Shofwah : 4/122 )

V. IKHLAS MERUPAKAN SYARAT DITERIMANYA AMAL
Ikhlas adalah syarat diterimanya amal. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali hanya ikhlas kepada- Nya. ( Nuzhatul muttaqin hal:1/19 )
Barangsiapa yang ikhlas niatnya dalam suatu kebenaran meskipun itu atas dirinya sediri maka Allah akan mencukupkan antara dia dan manusia.
Dan barangsiapa yang membaguskan amalnya (riya’) Maka Allah akan menampakkan keburukannya.” Kedua kalimat ini adalah merupakan gudangnya ilmu dan termasuk infak yang paling bagus, darinya orang lain mengambil manfaat yang sangat banyak. Adapun kalimat pertama adalah sumber dan asal dari segala kebaikan sedangkan yang kedua adalah merupakan sumber dari segala keburukan dan kejahatan. ( I’lamu muwaqqi’in hal : 182 )
Telah jelas bahwa amal yang tidak karena Allah adalah mardud (tidak diterima) sedangkan yang diperuntukkan kepada Allah adalah diterima. Kemudian bagaimana dengan bagian yang ketiga yaitu amal itu dikerjakan karena Allah dan karena yang lain, Tidak hanya kepada Allah juga tidak hanya untuk manusia. Bagaimana hukum terhadap yang demikian ini ? Apakah semua amal menjadi batal atau sebagian yang karena Allah diterima sedangkan yang karena selain Allah akan tertolak?
Dalam permasalahan ini ada tiga bentuk:
  1. Semula dorongan pertama adalah ikhlas,kemudian timbul riya’ atau menginginkan untuk selain Allah pada pertengahan amal. Maka Perubahannya hanya terdapat dalam niat pertama. Selama belum ada keinginan yang kuat untuk ditujukan kepada selain Allah. Maka dalam hal ini hukumnya adalah terputusnya niat pada pertengahan ibadah dan batalnya niat.
  2. Sebaliknya, Dorongan pertama adalah bukan karena Allah. Kemudian pada pertengahannya timbul niat ikhlas kepada Allah. Maka yang demikian amalnya yang telah berlalu tidak dihitung sedangkan amal setelah ada perubahan dalam hatinya dihitung. Kemudian jika ibadah itu yang akhirnya tidak sah kecuali jika yang pertama sah seperti sholat, maka wajib baginya untuk mengulang. Jika tidak demikian seperti ketika melakukan ihrom niatnya kepada selain Allah kemudian ketika wukuf atau thowaf hatinya kembali ikhlas kepada Allah, maka yang demikian ini tidak wajib untuk diulangi
  3. Jika permulaaanya memang diperuntukkan untuk Allah dan manusia. Ia menginginkan dalam ibadahnya itu untuk membebaskan beban kewajibannya, mencari balasan (jaza’) dan terima kasih dari manusia, hal demikian seperti orang yang sholat karena upah (jika ia tidak mengambil ujroh ia tetap melaksanakan sholat) melaksanakan sholat karena Allah dan upah. Atau seperti orang yang melaksanakn haji dalam rangka membebaskan diri dari beban kewajiban haji dan untuk dikatakan fulan adalah seorang haji atau memberikan zakat dalam rangka seperti ini maka amal yang demikian tidak diterima. ( I’lamul Muwaqi’in hal : 182 )

0 komentar:

Posting Komentar

Jazakallah