NORM dan TENORM merupakan bahan diskusi yang sedang menjadi trend di kalangan pemerhati limbah radioaktif. Makalah ini merangkum status pengelolaan limbah NORM dan TENORM baik terkait dengan asal-usul limbah, regulasi dan pengkajian pembuangannya. Regulasi pengelolaan NORM dan TENORM di beberapa negara maju telah ditetapkan, namun belum ada guideline dari IAEA. Demikian pula banyak opsi teknologi untuk pembuangan limbah NORM dan TENORM dengan menggunakan standar penyimpanan/pembuangan limbah radioaktif. Perlu kehati-hatian dalam membuat keputusan dan kebijaksanaan penanganan NORM dan TENORM karena menyangkut masalah sosial dan ekonomi.
Bahan radioaktif yang bukan berasal dari kegiatan nuklir biasa dikaitkan dengan apa yang disebut NORM dan TENORM. NORM adalah kependekan dari Naturally Occurring Radioactive Material,sedangkan TENORM adalah singkatan dari Technologically-Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material.NORM merupakan bahan radioaktif yang sudah ada di alam yang secara sadar atau tidak sadar merupakan bagian dari kehidupan manusia. NORM terdapat di mana-mana, karena hampir semua bahan alami, baik dalam tubuh, di makanan, ataupun di lingkungan sedikit banyak mengandung bahan radioaktif alami. TENORM adalah bahan radioaktif yang diambil dari alam (batuan, tanah, dan mineral) dan terkonsentrasi atau naik kandungan radioaktivitasnya sebagai akibat dari kegiatan industri. TENORM dijumpai di pertambangan uranium, pabrik produksi pupuk fosfat, produksi minyak dan gas, produksi energi geotermal. Regulasi pengelolaan NORM dan TENORM di beberapa negara maju telah ditetapkan, namun belum ada guideline dari IAEA.
Studi NORM dan TENORM dari Kegiatan Industri Non Nuklir
ABSTRACT
NORM and TENORM now become topics for discussion among experts of radioactive wastes. This paper describes the status of the management of NORM and TENORM waste including their origin, regulations and disposal assessment. Some advanced countries have established the regulations for NORM and TENORM wastes. However the IAEA has not yet published any guideline for the management of NORM and TENORM. There are many options for disposal of NORM and TENORM waste based on standard radioactive waste storage/disposal procedures. The decision and policy on the management of NORM and TENORM waste must be made carefully in account of the social and economical impacts.
PENDAHULUAN
NORM adalah kependekan dari Naturally Occurring Radioactive Material, sedangkan TENORM adalah singkatan dari Technologically-Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material. Dari nama tersebut dapat dijelaskan bahwa NORM merupakan bahan radioaktif yang sudah ada di alam yang secara sadar atau tidak sadar merupakan bagian dari kehidupan manusia. NORM terdapat di mana-mana, karena hampir semua bahan alami, baik dalam tubuh, di makanan, ataupun di lingkungan sedikit banyak mengandung bahan radioaktif alami. Sistem kehidupan telah terbiasa dengan radiasi dan radioaktivitas alami. Sedangkan TENORM, sesuai dengan artinya, adalah bahan radioaktif yang diambil dari alam (batuan, tanah, dan mineral) dan terkonsentrasi atau naik kandungan radioaktivitasnya sebagai akibat dari kegiatan industri. TENORM dijumpai di pertambangan uranium, pabrik produksi pupuk fosfat, produksi minyak dan gas, produksi energi geotermal. Di Indonesia kajian tentang NORM dan TENORM telah dilakukan meskipun belum intensif. Tabel 1 di bawah menunjukkan hasil analisis yang dilakukan oleh tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-BATAN.
ABSTRACT
NORM and TENORM now become topics for discussion among experts of radioactive wastes. This paper describes the status of the management of NORM and TENORM waste including their origin, regulations and disposal assessment. Some advanced countries have established the regulations for NORM and TENORM wastes. However the IAEA has not yet published any guideline for the management of NORM and TENORM. There are many options for disposal of NORM and TENORM waste based on standard radioactive waste storage/disposal procedures. The decision and policy on the management of NORM and TENORM waste must be made carefully in account of the social and economical impacts.
PENDAHULUAN
NORM adalah kependekan dari Naturally Occurring Radioactive Material, sedangkan TENORM adalah singkatan dari Technologically-Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material. Dari nama tersebut dapat dijelaskan bahwa NORM merupakan bahan radioaktif yang sudah ada di alam yang secara sadar atau tidak sadar merupakan bagian dari kehidupan manusia. NORM terdapat di mana-mana, karena hampir semua bahan alami, baik dalam tubuh, di makanan, ataupun di lingkungan sedikit banyak mengandung bahan radioaktif alami. Sistem kehidupan telah terbiasa dengan radiasi dan radioaktivitas alami. Sedangkan TENORM, sesuai dengan artinya, adalah bahan radioaktif yang diambil dari alam (batuan, tanah, dan mineral) dan terkonsentrasi atau naik kandungan radioaktivitasnya sebagai akibat dari kegiatan industri. TENORM dijumpai di pertambangan uranium, pabrik produksi pupuk fosfat, produksi minyak dan gas, produksi energi geotermal. Di Indonesia kajian tentang NORM dan TENORM telah dilakukan meskipun belum intensif. Tabel 1 di bawah menunjukkan hasil analisis yang dilakukan oleh tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-BATAN.
Tabel 1. Hasil analisis awal TENORM di Indonesia
Industri | TENORM | U-238 | Th-232 | Ra-226 | Ra-228 |
Pupuk Fosfat | Phospho-Gypsum | 160 | 21 | 1010 | - |
Timah | Slag dan Tailings | - - | 14356 1856-4216 | 3535-3623 2527 | 5196-17826 1304-6112 |
Minyak | Scale, Slag dan Sand | 127-13030 9-98 1047-4810 | 11.6-6024 4-148 12-6493 | 933-263106 2559-6129 4686-211310 | 933-222720 2385-7993 7548-170430 |
*) Bq/kg
PERMASALAHAN
Konsentrasi radionuklida Radium-226 dan Ra-228, berturut-turut merupakan hasil peluruhan uranium dan torium dengan waktu paruh 1600 tahun, biasanya ditemukan di dalam bahan dan limbah NORM/TENORM. Radionuklida tersebut merupakan komponen utama sumber paparan radiasi alami terhadap manusia dari lingkungannya. Radium-226 dari bahan NORM/TENORM dapat dijumpai dengan konsentrasi dari tak terdeteksi sampai ratusan ribu pikocurie per gram. Sebagai contoh tanah di Amerika Serikat mengandung Radium-226 dari di bawah 1 pCi sampai di atas 4 pCi pergram. Biasanya untuk mengetahui adanya NORM/TENORM di lingkungan dilakukan deteksi terhadap radium dan radon.
Total NORM/TENORM yang diproduksi di Amerika Serikat setiap tahun lebih dari 1 milyar ton. Sebagian besar radiasi limbah tersebut relatif rendah dibanding dengan volumenya. Hal ini menyebabkan munculnya dilema, di satu sisi penyimpanan/pembuangan limbah berbiaya tinggi sedangkan di sisi yang lain hampir tidak ada nilainya (rendah) bila NORM/TENORM dipisahkan. Selain itu, terbatas sekali lokasi yang dapat menerima limbah radioaktif. Sebagian besar limbah NORM/TENORM tetap berada dalam kondisi belum dibuang (undisposed) dan dapat ditemukan di banyak tempat, terutama di lokasi pertambangan yang ditutup sebelum era 1970. Banyak NORM/TENORM yang dijumpai dengan konsentrasi yang sangat rendah dan menjadi bagian kehidupan sehari-hari manusia. Namun ada juga NORM/TENORM yang mempunyai konsentrasi radionuklida tinggi dan mampu menaikkan paparan radiasi.
Konsentrasi radionuklida Radium-226 dan Ra-228, berturut-turut merupakan hasil peluruhan uranium dan torium dengan waktu paruh 1600 tahun, biasanya ditemukan di dalam bahan dan limbah NORM/TENORM. Radionuklida tersebut merupakan komponen utama sumber paparan radiasi alami terhadap manusia dari lingkungannya. Radium-226 dari bahan NORM/TENORM dapat dijumpai dengan konsentrasi dari tak terdeteksi sampai ratusan ribu pikocurie per gram. Sebagai contoh tanah di Amerika Serikat mengandung Radium-226 dari di bawah 1 pCi sampai di atas 4 pCi pergram. Biasanya untuk mengetahui adanya NORM/TENORM di lingkungan dilakukan deteksi terhadap radium dan radon.
Total NORM/TENORM yang diproduksi di Amerika Serikat setiap tahun lebih dari 1 milyar ton. Sebagian besar radiasi limbah tersebut relatif rendah dibanding dengan volumenya. Hal ini menyebabkan munculnya dilema, di satu sisi penyimpanan/pembuangan limbah berbiaya tinggi sedangkan di sisi yang lain hampir tidak ada nilainya (rendah) bila NORM/TENORM dipisahkan. Selain itu, terbatas sekali lokasi yang dapat menerima limbah radioaktif. Sebagian besar limbah NORM/TENORM tetap berada dalam kondisi belum dibuang (undisposed) dan dapat ditemukan di banyak tempat, terutama di lokasi pertambangan yang ditutup sebelum era 1970. Banyak NORM/TENORM yang dijumpai dengan konsentrasi yang sangat rendah dan menjadi bagian kehidupan sehari-hari manusia. Namun ada juga NORM/TENORM yang mempunyai konsentrasi radionuklida tinggi dan mampu menaikkan paparan radiasi.
Ada tiga hal yang harus menjadi perhatian dalam masalah NORM/TENORM, yaitu:
- NORM/TENORM mempunyai potensi menyebabkan naiknya paparan radiasi.
- Masyarakat luas belum memahami masalah NORM/TENORM dan perlu diberi informasi.
- Industri yang menghasilkan TENORM perlu mendapatkan petunjuk tambahan untuk membantu mengelola TENORM sehingga dapat melindungi masyarakat dan lingkungan, serta pengelolaannya ekonomis.
Koordinasi penanganan NORM/TENORM di Indonesia merupakan kegiatan yang melibatkan lembaga pemerintah (BATAN, BAPETEN, DEPKES, BAPEDAL, Departemen terkait), lembaga swadaya masyarakat, dan ilmuwan/akademisi yang tertarik dengan permasalahan NORM/TENORM. Koordinasi yang efektif akan mampu mencari solusi penanganan NORM/TENORM dan merupakan tanggung jawab negara dan masyarakat. Keputusan mengenai peraturan NORM/TENORM harus mampu dipahami tidak hanya oleh ilmuwan, namun juga dimengerti oleh politisi, industriawan, serta masyarakat.
ASAL TENORM
Permasalahan TENORM berfokus pada limbah hasil proses industri. Sebagian besar limbah TENORM yang dihasilkan mempunyai volume yang besar, tetapi beraktivitas rendah. Sebagian TENORM menjadi limbah yang terbuang, namun ada pula yang terikut dengan barang produksi yang digunakan secara komersial. Suatu kegiatan pembuangan, penggunaan serta daur ulang TENORM mempunyai potensi menimbulkan kontaminasi dan paparan radiasi yang tak diinginkan kepada masyarakat. Pembuangan TENORM pada tempat galian atau tumpukan yang tak memenuhi syarat keselamatan dapat mencemari air tanah, serta sebaran debu radioaktif serta gas radon. Penggunaan tanah yang mengandung TENORM untuk kegiatan perumahan dapat meracuni rumah dengan gas radon, paparan langsung kepada perorangan, mencemari tanah dan tumbuhan yang ditanam di media tersebut. Penggunaan kembali bahan terkontaminasi TENORM sebagai agregat dalam semen akan menaikkan risiko radiasi anggota masyarakat dalam berbagai cara.
Radionuklida utama yang dikaji dalam makalah ini adalah 238U, 234U,230Th, 226Ra, dan 222Rn (dan anak luruhnya). Pada deret torium yang diperhatikan adalah 232Th, 228Ra dan 220Rn (dan anak luruhnya). Radionuklida 40K harus dikarakterisasi, sementara 226Ra digunakan sebagai acuan untuk mengukur aktivitas dan volume relatif di antara TENORM yang berasal dari berbagai sumber.
Permasalahan TENORM berfokus pada limbah hasil proses industri. Sebagian besar limbah TENORM yang dihasilkan mempunyai volume yang besar, tetapi beraktivitas rendah. Sebagian TENORM menjadi limbah yang terbuang, namun ada pula yang terikut dengan barang produksi yang digunakan secara komersial. Suatu kegiatan pembuangan, penggunaan serta daur ulang TENORM mempunyai potensi menimbulkan kontaminasi dan paparan radiasi yang tak diinginkan kepada masyarakat. Pembuangan TENORM pada tempat galian atau tumpukan yang tak memenuhi syarat keselamatan dapat mencemari air tanah, serta sebaran debu radioaktif serta gas radon. Penggunaan tanah yang mengandung TENORM untuk kegiatan perumahan dapat meracuni rumah dengan gas radon, paparan langsung kepada perorangan, mencemari tanah dan tumbuhan yang ditanam di media tersebut. Penggunaan kembali bahan terkontaminasi TENORM sebagai agregat dalam semen akan menaikkan risiko radiasi anggota masyarakat dalam berbagai cara.
Radionuklida utama yang dikaji dalam makalah ini adalah 238U, 234U,230Th, 226Ra, dan 222Rn (dan anak luruhnya). Pada deret torium yang diperhatikan adalah 232Th, 228Ra dan 220Rn (dan anak luruhnya). Radionuklida 40K harus dikarakterisasi, sementara 226Ra digunakan sebagai acuan untuk mengukur aktivitas dan volume relatif di antara TENORM yang berasal dari berbagai sumber.
Terdapat 9 jenis sektor industri non nuklir yang yang sering menjadi bahan studi yaitu:
- Industri fosfat
- Pupuk fosfat dan kalium karbonat
- Batu bara
- Produksi minyak dan gas
- Pengolah air bersih
- Produksi energi geothermal
- Industri kertas dan pulp
- Scrap metal.
Di antara kesembilan sektor industri tersebut, maka TENORM dari pupuk fosfat bukan berada dalam limbahnya, tetapi masuk dalam pembahasan ini karena penggunaannya yang sangat luas. Industri kertas dan pulp relatif baru dimasukkan dalam studi TENORM.
Industri Fosfat
Ekstraksi batuan fosfat merupakan proses yang banyak dilakukan, bahkan di Amerika Serikat industri ini menduduki posisi ke lima di antara industri pertambangan lainnya. Batuan fosfat mengalami proses panjang untuk menghasilkan asam fosfat dan unsur fosfor. Keduanya kemudian dikombinasikan dengan senyawa kimia lainnya untuk menghasilkan pupuk fosfat, detergent, makanan hewan, produk makanan dan produk kimia fosfor. Namun sebagian besar digunakan untuk pupuk fosfat. Bijih fosfat terdiri atas sepertiga bagian pasir kuarsa, sepertiga bagian lainnya mineral tanah liat, serta sepertiga sisanya partikel fosfat. Konsentrasi uranium dalam bijih fosfat adalah antara 20-300 ppm (0,26 sampai dengan 3,7 Bq/gr), sedangkan kandungan torium berada pada level background yaitu sekitar 1- 5 ppm (3,7 sampai dengan 22,2 mBq/gr). Ketika partikel fosfat dipisahkan dari yang lain, maka dua macam limbah akan dihasilkan yaitu phosphatic clay tailing dan sand tailing. Sekitar 48% radionuklida yang berasal dari bijih fosfat berada dalam buangan clay tersebut, 10% berada dalam buangan pasir dan sisanya ada di partikel fosfat.
Ekstraksi batuan fosfat merupakan proses yang banyak dilakukan, bahkan di Amerika Serikat industri ini menduduki posisi ke lima di antara industri pertambangan lainnya. Batuan fosfat mengalami proses panjang untuk menghasilkan asam fosfat dan unsur fosfor. Keduanya kemudian dikombinasikan dengan senyawa kimia lainnya untuk menghasilkan pupuk fosfat, detergent, makanan hewan, produk makanan dan produk kimia fosfor. Namun sebagian besar digunakan untuk pupuk fosfat. Bijih fosfat terdiri atas sepertiga bagian pasir kuarsa, sepertiga bagian lainnya mineral tanah liat, serta sepertiga sisanya partikel fosfat. Konsentrasi uranium dalam bijih fosfat adalah antara 20-300 ppm (0,26 sampai dengan 3,7 Bq/gr), sedangkan kandungan torium berada pada level background yaitu sekitar 1- 5 ppm (3,7 sampai dengan 22,2 mBq/gr). Ketika partikel fosfat dipisahkan dari yang lain, maka dua macam limbah akan dihasilkan yaitu phosphatic clay tailing dan sand tailing. Sekitar 48% radionuklida yang berasal dari bijih fosfat berada dalam buangan clay tersebut, 10% berada dalam buangan pasir dan sisanya ada di partikel fosfat.
Tabel 2. Laju produksi limbah dan kandungan rata-rata radium 226 di Amerika Serikat
Bahan/Limbah | Laju Produksi (metric ton per tahun) | Konsentrasi rata-rata 226Ra, Bq/g (pCi/g) |
Uranium overburden | 3.8E+07 | 0.92 (25) |
Phosphogypsum | 4.8E+07 | 1.2 (33) |
Slag | 1.6E+06 | 1.29 (35) |
Pupuk Fosfat | 4.8E+06 | 0 .31 (8.3) |
Abu batu bara | 6.1E+07 | 0.14 (3.7) |
Abu Terbang (Fly ash) | 4.4E+07 | 0.14 (3.9) |
Bottom ash slag | 1.7E+07 | 0.11 (3.1) |
Scale dan sludge dari minyak dan gas | 2.6E+06 | 3.33 (90) |
Pengolahan Air | 3.0E+06 | 0.59 (16) |
Sludges | 2.6E+06 | 0 .59 (16) |
Radium selective resins | 4.0E+04 | 1295 (35,000) |
Proses pertambangan logam | 1.0E+09 | 0.18 (5) |
Tanah jarang | 2.1E+03 | 33.3 (900) |
Zirkonium, hafnium, titanium, dan tin | 4.70E+05 | 1.59 (43) |
Industri besar (misalnya, tembaga, besi) | 1.0E+09 | 0.18 (5) |
Limbah dari energi geotermal | 5.4E+04 | 4.9 (132) |
Phosphogypsum adalah limbah utama hasil samping proses produksi asam fosfat dengan proses basah, sedangkan phosphate slag adalah hasil samping dari proses produksi unsur fosfor dengan proses termal. Tabel 3 menunjukkan radionuklida yang terdapat dalam phosphogypsum. Selama proses basah, terdapat pemisahan dan terkonsentrasinya radionuklida. Sekitar 80% 226Ra masuk ke dalam phosphogypsum, sedangkan 86% uranium dan 70% torium ditemukan dalam asam fosfat. Konsentrasi radium dalam phosphogypsum sekitar 0,41- 1,3 Bq/gr, serta anak luruhnya pada jangkauan yang hampir sama. Di beberapa negara maju phosphogypsum tersebut sering dijumpai untuk tujuan pertanian dan pembangunan sipil.
Tabel 3. Konsentrasi radionuklida dalam phosphogypsum
Radionuklida | Konsentrasi, Bq/g (pCi/g) |
U-238 | 0.22 (6.0) |
U-234 | 0.23 (6.2) |
Th-230 | 0.48 (13) |
Ra-226 | 1.22 (33) |
Pb-210 | 0.96 (26) |
Po-210 | 0.96 (26) |
U-235 | 0.01 (0.30) |
Pa-231 | 0.01(0.30) |
Ac-227 | 0.01 (0.30) |
Th-232 | 0.009 (0.27) |
Ra-228 | 0.009 (0.27) |
Th-228 | 0.052 (1.4) |
Industri pengguna energi batu bara
Konsumsi batu bara untuk energi di dunia industri menghasilkan abu batu bara yang membutuhkan penanganan khusus dalam pembuangannya, baik di tempat batu bara digunakan atau di lokasi lain. Karena secara alami batu bara mengandung uranium dan torium, maka abu terbang yang dihasilkannyapun mengandung kedua radionuklida tersebut sehingga mempunyai potensi memberikan paparan radiasi. Tingkat risikonya tergantung pada sifat fisik dan radiologis abu tersebut dan pada bagaimana abu tersebut terdistribusi atau digunakan lagi. Radioaktivitas batu bara bergantung pada jenis batuan baranya dan lokasi asal penambangannya. Konsentrasi rata-rata 238U dan 232Th dalam batu bara berturut-turut adalah 0,022 dan 0,018 Bq/gr. Ada kecenderungan bahwa radionuklida-radionuklida tersebut lebih banyak terkonsentrasi di dalam abu dari pada di dalam batubaranya sendiri.
Pembangkit listrik yang menggunakan batu-bara menghasilkan volume abu sekitar 10% dari volume batubara. Lebih dari 95% abu tidak tersebar ke lingkungan, yang terdiri dari 20% bottom ash dan slag, sedang sisanya adalah 75% berupa abu terbang. Abu biasanya juga mengandung silikon, aluminium, besi dan kalsium. Sekitar 70%-80% abu batu bara yang dihasilkan dibuang di landfill atau kolam. Sering dijumpai pula adanya abu terbang, bottom ash, dan boiler slag yang digunakan sebagai pengganti semen dan beton, atau sebagai pengisi konstruksi bangunan. Di sini harus diperhatikan adanya potensi dampak jangka panjang akibat terakumulasinya. Di negara-negara maju sekitar 30% dari abu batu bara digunakan lagi sebagai aditif beton, semen, bahan atap, reklamasi, cat dan pelapisan, serta berbagai produk lainnya serta untuk bahan isian konstruksi jalan.
Konsumsi batu bara untuk energi di dunia industri menghasilkan abu batu bara yang membutuhkan penanganan khusus dalam pembuangannya, baik di tempat batu bara digunakan atau di lokasi lain. Karena secara alami batu bara mengandung uranium dan torium, maka abu terbang yang dihasilkannyapun mengandung kedua radionuklida tersebut sehingga mempunyai potensi memberikan paparan radiasi. Tingkat risikonya tergantung pada sifat fisik dan radiologis abu tersebut dan pada bagaimana abu tersebut terdistribusi atau digunakan lagi. Radioaktivitas batu bara bergantung pada jenis batuan baranya dan lokasi asal penambangannya. Konsentrasi rata-rata 238U dan 232Th dalam batu bara berturut-turut adalah 0,022 dan 0,018 Bq/gr. Ada kecenderungan bahwa radionuklida-radionuklida tersebut lebih banyak terkonsentrasi di dalam abu dari pada di dalam batubaranya sendiri.
Pembangkit listrik yang menggunakan batu-bara menghasilkan volume abu sekitar 10% dari volume batubara. Lebih dari 95% abu tidak tersebar ke lingkungan, yang terdiri dari 20% bottom ash dan slag, sedang sisanya adalah 75% berupa abu terbang. Abu biasanya juga mengandung silikon, aluminium, besi dan kalsium. Sekitar 70%-80% abu batu bara yang dihasilkan dibuang di landfill atau kolam. Sering dijumpai pula adanya abu terbang, bottom ash, dan boiler slag yang digunakan sebagai pengganti semen dan beton, atau sebagai pengisi konstruksi bangunan. Di sini harus diperhatikan adanya potensi dampak jangka panjang akibat terakumulasinya. Di negara-negara maju sekitar 30% dari abu batu bara digunakan lagi sebagai aditif beton, semen, bahan atap, reklamasi, cat dan pelapisan, serta berbagai produk lainnya serta untuk bahan isian konstruksi jalan.
Tabel 4. Konsentrasi Radionuklida dalam abu batu bara
Radionuklida | Konsentrasi, Bq/g (pCi/g) |
U-238 | 0.12 (3.3) |
U-234 | 0.12 (3.3) |
Th-230 | 0.085 (2.3) |
Ra-226 | 0.14 (3.7) |
Pb-210 | 0.25 (6.8) |
Po-210 | 0.26 (7.0) |
U-235 | 0.0037 (0.1) |
Pa-231 | 0.0059 (0.16) |
Ac-227 | 0.0059 (0.16) |
Th-232 | 0.077 (2.1) |
Ra-228 | 0.066 (1.8) |
Th-228 | 0.19 (3.2) |
Industri Minyak dan Gas
Radioaktivitas di dalam produksi minyak dan gas merupakan hal yang alami dan sekarang diketahui meluas dan terjadi di mana-mana. Tidak semua kilang minyak atau gas menghasilkan TENORM dengan konsentrasi besar, tergantung lokasi tempat. Sebagai contoh di Amerika Serikat hanya di Texas utara dan beberapa tempat saja yang mempunyai TENORM tinggi. Sedangkan di California, Utah, Wyoming dan sebagainya mengandung TENORM rendah. Uranium dan torium yang ada biasanya tidak larut, dan meskipun minyak naik ke permukaan, kedua radionuklida itu tetap berada di reservoir bawah tanah. Pada saat tekanan alami dalam lapisan tanah jatuh, maka air di dalam reservoir akan terekstraksi bersama-sama dengan minyak dan gas. Sebagian radium dan anak luruhnya akan larut dalam air dan bergerak bersama air ke permukaan. Karena sifat radium yang mirip dengan sifat barium dan kalsium (semuanya pada group IIA di tabel berkala), maka radium juga membentuk endapan senyawa kompleks dengan sulfat dan karbonat seperti halnya barium dan kalsium.
Jumlah TENORM yang dihasilkan untuk suatu ladang minyak naik seiring dengan jumlah air yang dipompa dari dalam. Karena konsentrasi radium pada awalnya sangat bervariasi, maka radium yang terendapkan membentuk scale dan sludge di produk minyak maupun yang menempel pada peralatan sangatlah bervariasi. Ketebalan scale antara beberapa milimeter sampai satu inci. Terkadang scale tersebut mampu menyumbat aliran pipa yang berdiameter 10,1 cm. Laju paparan sangat bergantung pada lokasi geografis dan jenis peralatannya. Laju paparan yang menengah untuk peralatan penanganan air sekitar ~0,261 sampai dengan 0,348 µSv/jam. Untuk peralatan gas maka laju paparannya sekitar ~0,348 sampai dengan 0,609 µSv/jam. Namun adakalanya ditemui laju paparan melebihi ~8,7 µSv/jam. TENORM dalam sludge yang terkontaminasi hampir sama dengan scale. Deposit yang terjadi dalam bentuk minyak, dan sludge tersebut terkadang mengandung senyawa silika dan juga senyawa barium. Sebagian besar sludge tersebut terikut dalam tangki penyimpan minyak dan tanki air. Konsentrasi radionuklida dalam sludge bervariasi dari level background sampai dengan beberapa ratus pCi/gr.
Beberapa perusahaan minyak dan gas membuang produksi air ke dalam lubang tanah, dan slurry diinjeksikan dalam sumuran pada batas konsentrasi TENORM tertentu. Namun sebagian sludge dimasukkan ke dalam drum, dan industri membuang limbah scale dan sludge yang diambil dari peralatan produksi, serta membuang peralatan tersebut yang telah terkontaminasi. Beberapa kali pemerintah Amerika Serikat mengijinkan pembuangan limbah TENORM tersebut ke lepas pantai.
Radioaktivitas di dalam produksi minyak dan gas merupakan hal yang alami dan sekarang diketahui meluas dan terjadi di mana-mana. Tidak semua kilang minyak atau gas menghasilkan TENORM dengan konsentrasi besar, tergantung lokasi tempat. Sebagai contoh di Amerika Serikat hanya di Texas utara dan beberapa tempat saja yang mempunyai TENORM tinggi. Sedangkan di California, Utah, Wyoming dan sebagainya mengandung TENORM rendah. Uranium dan torium yang ada biasanya tidak larut, dan meskipun minyak naik ke permukaan, kedua radionuklida itu tetap berada di reservoir bawah tanah. Pada saat tekanan alami dalam lapisan tanah jatuh, maka air di dalam reservoir akan terekstraksi bersama-sama dengan minyak dan gas. Sebagian radium dan anak luruhnya akan larut dalam air dan bergerak bersama air ke permukaan. Karena sifat radium yang mirip dengan sifat barium dan kalsium (semuanya pada group IIA di tabel berkala), maka radium juga membentuk endapan senyawa kompleks dengan sulfat dan karbonat seperti halnya barium dan kalsium.
Jumlah TENORM yang dihasilkan untuk suatu ladang minyak naik seiring dengan jumlah air yang dipompa dari dalam. Karena konsentrasi radium pada awalnya sangat bervariasi, maka radium yang terendapkan membentuk scale dan sludge di produk minyak maupun yang menempel pada peralatan sangatlah bervariasi. Ketebalan scale antara beberapa milimeter sampai satu inci. Terkadang scale tersebut mampu menyumbat aliran pipa yang berdiameter 10,1 cm. Laju paparan sangat bergantung pada lokasi geografis dan jenis peralatannya. Laju paparan yang menengah untuk peralatan penanganan air sekitar ~0,261 sampai dengan 0,348 µSv/jam. Untuk peralatan gas maka laju paparannya sekitar ~0,348 sampai dengan 0,609 µSv/jam. Namun adakalanya ditemui laju paparan melebihi ~8,7 µSv/jam. TENORM dalam sludge yang terkontaminasi hampir sama dengan scale. Deposit yang terjadi dalam bentuk minyak, dan sludge tersebut terkadang mengandung senyawa silika dan juga senyawa barium. Sebagian besar sludge tersebut terikut dalam tangki penyimpan minyak dan tanki air. Konsentrasi radionuklida dalam sludge bervariasi dari level background sampai dengan beberapa ratus pCi/gr.
Beberapa perusahaan minyak dan gas membuang produksi air ke dalam lubang tanah, dan slurry diinjeksikan dalam sumuran pada batas konsentrasi TENORM tertentu. Namun sebagian sludge dimasukkan ke dalam drum, dan industri membuang limbah scale dan sludge yang diambil dari peralatan produksi, serta membuang peralatan tersebut yang telah terkontaminasi. Beberapa kali pemerintah Amerika Serikat mengijinkan pembuangan limbah TENORM tersebut ke lepas pantai.
Tabel 5. Konsentrasi rata-rata radionuklida dalam sludge
Radionuklida | Konsentrasi, Bq/g (pCi/g) |
Ra-226 | 2.07 (56) |
Pb-210 | 2.07 (56) |
Po-210 | 2.07 (56) |
Ra-228 | 0.7 (19) |
Th-228 | 0.7 (19) |
Pengelolaan Air Bersih
Penggunaan air domestik berasal dari sungai, danau, waduk, air tanah dapat mengandung NORM. Radionuklida masuk ke dalam tanah atau permukaan air ketika air tersebut bersinggungan dengan media geologi yang mengandung uranium dan torium. Radionuklida yang dominan ada dalam air adalah radium, uranium dan radon beserta anak luruhnya. Pengolahan air meliputi pengaliran air ke beberapa jenis filter dan media lain sehingga mampu mengambil impuritas dan organisme. Bila air diolah dengan cara tersebut maka ada kemungkinan terkumpul limbah radioaktif, meskipun pada awalnya sistem tersebut tidak dimaksudkan untuk menghasilkan limbah radioaktif. Limbah tersebut termasuk filter sludge, resin penukar ion, alum sludge, residu besi klorida, karbon aktif, serta air dari backwash air.
Tiga teknologi yang kemungkinan menghasilkan limbah TENORM karena ketiganya menghasilkan sludge dan dikenal mengambil radioaktifitas dari air, yaitu pelunak kapur (lime softener), filtrasi greensand, serta penukar ion-karbon aktif.
Penukar ion menghasilkan limbah dengan konsentrasi lebih tinggi dibandingkan metode yang menghasilkan sludge, namun kuantitas limbah yang terjadi lebih sedikit. Data lapangan menunjukkan bahwa konsentrasi radium antara 11,8-129,5 Bq/lt terjadi pada kolom pencucian dan pada brine. Akumulasi radium dalam penukar kation rata-rata 0,33 Bq/gr, dengan puncak konsentrasi sekitar 0,92- 1,48 Bq/gr. Beberapa sorben yang selektif mampu mengambil radium dari air bila konsentrasi 226Ra rata-rata 1,48 kBq/gr tak melebihi 4,07 kBq/gr. Bahan ini bila telah digunakan termasuk dalam kategori limbah aktivitas rendah.
Sludge dari pengolahan air bersih biasanya ditempatkan di laguna, sanitary landfill, atau dibuang langsung ke saluran air, diinjeksikan ke dalam sumur dalam, disiramkan ke tanaman perkebunan. Fluks radon dari sludge yang dibuang diperkirakan sama dengan tanah pada umumnya. Demikian pula laju paparan radiasi mendekati level background. Namun laju paparan dari resin bekas dan karbon aktif jauh lebih tinggi. Rata-rata yang telah terobservasi adalah ~0,748 µSv/jam.
Penggunaan air domestik berasal dari sungai, danau, waduk, air tanah dapat mengandung NORM. Radionuklida masuk ke dalam tanah atau permukaan air ketika air tersebut bersinggungan dengan media geologi yang mengandung uranium dan torium. Radionuklida yang dominan ada dalam air adalah radium, uranium dan radon beserta anak luruhnya. Pengolahan air meliputi pengaliran air ke beberapa jenis filter dan media lain sehingga mampu mengambil impuritas dan organisme. Bila air diolah dengan cara tersebut maka ada kemungkinan terkumpul limbah radioaktif, meskipun pada awalnya sistem tersebut tidak dimaksudkan untuk menghasilkan limbah radioaktif. Limbah tersebut termasuk filter sludge, resin penukar ion, alum sludge, residu besi klorida, karbon aktif, serta air dari backwash air.
Tiga teknologi yang kemungkinan menghasilkan limbah TENORM karena ketiganya menghasilkan sludge dan dikenal mengambil radioaktifitas dari air, yaitu pelunak kapur (lime softener), filtrasi greensand, serta penukar ion-karbon aktif.
Penukar ion menghasilkan limbah dengan konsentrasi lebih tinggi dibandingkan metode yang menghasilkan sludge, namun kuantitas limbah yang terjadi lebih sedikit. Data lapangan menunjukkan bahwa konsentrasi radium antara 11,8-129,5 Bq/lt terjadi pada kolom pencucian dan pada brine. Akumulasi radium dalam penukar kation rata-rata 0,33 Bq/gr, dengan puncak konsentrasi sekitar 0,92- 1,48 Bq/gr. Beberapa sorben yang selektif mampu mengambil radium dari air bila konsentrasi 226Ra rata-rata 1,48 kBq/gr tak melebihi 4,07 kBq/gr. Bahan ini bila telah digunakan termasuk dalam kategori limbah aktivitas rendah.
Sludge dari pengolahan air bersih biasanya ditempatkan di laguna, sanitary landfill, atau dibuang langsung ke saluran air, diinjeksikan ke dalam sumur dalam, disiramkan ke tanaman perkebunan. Fluks radon dari sludge yang dibuang diperkirakan sama dengan tanah pada umumnya. Demikian pula laju paparan radiasi mendekati level background. Namun laju paparan dari resin bekas dan karbon aktif jauh lebih tinggi. Rata-rata yang telah terobservasi adalah ~0,748 µSv/jam.
Tabel 6. Konsentrasi rata-rata radionuklida dalam sludge pengelolaan air bersih
Radionuklida | Air Masuk, Bq/L (pCi/L) (konsentrasi di atas normal) | Sludge, Bq/g (pCi/g) |
U-238 | 0.074 (2.0) | 0.15 (4.0) |
U-234 | 0.074 (2.0) | 0.15 (4.0) |
Th-230 | 0.0037 (0.1) | 0.0074 (0.2) |
Ra-226 | 0.30 (8.0) | 0.59 (16.0) |
Pb-210 | 0.18 (4.8) | 0.41 (11.0) |
Po-210 | 0.18 (4.8) | 0.41 (11.0) |
U-235 | 0.00052 (0.014) | 0.0011 (0.03) |
Pa-231 | 0.00052 (0.014) | 0.0011 (0.03) |
Ac-227 | 0.00052 (0.014) | 0.0011 (0.03) |
Th-232 | 0.0037 (0.1) | 0.0074 (0.2) |
Ra-228 | 0.37 (10.0) | 0.74 (20.0) [0.59 (16)]* |
Th-228 | 0.0037 (0.1) | 0.0074 (0.2) [0.33 (9.0)]a |
*) Untuk 228Ra dan 228Th, nilai dalam kurung adalah setelah 2 tahun peluruhan
REGULASI NORM DAN TENORM
Meskipun banyak TENORM yang dihasilkan, namun pertanyaan yang muncul adalah sebatas konsentrasi berapakah NORM/TENORM menjadi faktor pengganggu kesehatan manusia? Pertanyaan mengenai NORM/TENORM yang lebih esensial lagi adalah how clean is clean? Banyak negara telah menerapkan regulasi untuk limbah NORM dan TENORM dengan memberikan suatu batas yang disebut exemption level secara sederhana untuk memberikan suatu kriteria apakah suatu limbah NORM/TENORM dapat dikatakan sebagai bahan radioaktif atau bukan. Namun Basic Safety Standards menyatakan:
REGULASI NORM DAN TENORM
Meskipun banyak TENORM yang dihasilkan, namun pertanyaan yang muncul adalah sebatas konsentrasi berapakah NORM/TENORM menjadi faktor pengganggu kesehatan manusia? Pertanyaan mengenai NORM/TENORM yang lebih esensial lagi adalah how clean is clean? Banyak negara telah menerapkan regulasi untuk limbah NORM dan TENORM dengan memberikan suatu batas yang disebut exemption level secara sederhana untuk memberikan suatu kriteria apakah suatu limbah NORM/TENORM dapat dikatakan sebagai bahan radioaktif atau bukan. Namun Basic Safety Standards menyatakan:
The application of exemption to natural radionuclides, where these are not excluded, is limited to the incorporation of naturally occurring radionuclides into consumer products or their use as a radioactive source (e.g., Ra-226, Po-210) or for their elemental properties (e.g., thorium, uranium).
Nilai exemption tersebut tidak dapat digunakan untuk penanganan jangka panjang terhadap limbah NORM/TENORM. Permasalahan di negara maju lebih terfokus pada penetapan regulasi, penanganan limbah NORM/TENORM di masa lalu, dan pencarian lokasi pembuangan limbah NORM/TENORM. Untuk negara berkembang hal itu menjadi sangat kompleks karena menyangkut faktor sosial ekonomi, namun paling tidak saat ini harus ada usaha dari awal untuk mencari solusi terhadap jenis limbah ini. Sampai saat ini IAEA belum membuat suatu guideline untuk penanganan limbah NORM dan TENORM dan masih melakukan diskusi dengan ICRP serta institusi lain untuk menetapkan clearance level dan exemption level yang dapat memperjelas bahan yang dapat di daur ulang dan bahan yang masuk kategori limbah. Hal yang menarik pula adalah di organisasi internasional tersebut sedang dilakukan proses diskusi untuk menetapkan regulasi batas radiasi yang boleh ada pada bahan komoditi, residu maupun limbah industri. Kesimpulan terakhir sampai saat ini di antara negara-negara maju mengenai NORM dan TENORM adalah regulations should be reasonable and fair to the industry, the workers and the public.
Contoh nilai exemption level dalam basic safety standard (BSS) di beberapa negara anggota Uni Eropa ditunjukkan dalam contoh berikut ini. Untuk nuklida tertentu (Co-60, Cs-137, and Ra-226) adalah 10 Bq/g, hanya di sini berlaku untuk kegiatan pemanfaatan energi nuklir dan tidak dihubungkan dengan industri NORM/TENORM. Info terakhir dari seminar NORM II di Krefeld Jerman disebutkan bahwa nilai exemption level menjadi lebih tinggi, yaitu:
Contoh nilai exemption level dalam basic safety standard (BSS) di beberapa negara anggota Uni Eropa ditunjukkan dalam contoh berikut ini. Untuk nuklida tertentu (Co-60, Cs-137, and Ra-226) adalah 10 Bq/g, hanya di sini berlaku untuk kegiatan pemanfaatan energi nuklir dan tidak dihubungkan dengan industri NORM/TENORM. Info terakhir dari seminar NORM II di Krefeld Jerman disebutkan bahwa nilai exemption level menjadi lebih tinggi, yaitu:
- Jerman 500 Bq/gr (untuk aktivitas total NORM), 65 Bq/gr untuk Ra-226
- Belanda 100 Bq/gr
- Norwegia 10 Bq/gr termasuk untuk Ra-226 dan Ra-228, serta Pb-210 dari industri minyak dan gas.
Pada bulan Juni 2001, Komisi Uni Eropa mengusulkan draft Radiation Protection 122, di mana untuk TENORM usulan kriteria pelepasan (exemption atau clearance) adalah 300 µSv/tahun untuk dosis individu. Hal ini berbeda dengan proposal IAEA yaitu yang hanya 10 µSv/tahun untuk dosis individu. Hal ini cukup membingungkan, mengingat adanya dua standar yang berbeda. Setelah diskusi pada Juli 2001 (1 bulan kemudian) direkomendasikan bahwa 300µSv/tahun secara de facto diterima untuk TENORM sedangkan 10 µSv/tahun adalah untuk limbah aplikasi energi nuklir.
Indonesia belum mempunyai kriteria exemption level maupun clearance level untuk limbah atau bahan, baik dari kegiatan aplikasi energi nuklir maupun TENORM dari Industri. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2002 hanya menyinggung sedikit mengenai NORM/TENORM, yaitu pada pasal 32 yang menyatakan bahwa penambangan bahan nonnuklir yang dapat menghasilkan limbah radioaktif sebagai hasil samping, maka pengusaha tambangnya wajib melakukan analisis keselamatan yang dilaporkan ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
Indonesia belum mempunyai kriteria exemption level maupun clearance level untuk limbah atau bahan, baik dari kegiatan aplikasi energi nuklir maupun TENORM dari Industri. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2002 hanya menyinggung sedikit mengenai NORM/TENORM, yaitu pada pasal 32 yang menyatakan bahwa penambangan bahan nonnuklir yang dapat menghasilkan limbah radioaktif sebagai hasil samping, maka pengusaha tambangnya wajib melakukan analisis keselamatan yang dilaporkan ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
PEMBUANGAN LIMBAH NORM/TENORM
Beberapa negara aktif melakukan usaha untuk mendapatkan cara membuang limbah radioaktif, terutama yang berhubungan dengan pemanfaatan energi nuklir. Sementara itu, limbah NORM/TENORM baru akhir-akhir ini saja mulai mendapatkan perhatian. Prinsip IAEA dalam penanganan limbah berwaktu paruh panjang adalah:
Beberapa negara aktif melakukan usaha untuk mendapatkan cara membuang limbah radioaktif, terutama yang berhubungan dengan pemanfaatan energi nuklir. Sementara itu, limbah NORM/TENORM baru akhir-akhir ini saja mulai mendapatkan perhatian. Prinsip IAEA dalam penanganan limbah berwaktu paruh panjang adalah:
Radioactive waste should be managed in a way that predicted impacts on the health of future generations do not exceed levels which are accepted today.
Prinsip ini dijabarkan dalam pembuangan atau isolasi limbah radioaktif dengan sistem penghalang ganda termasuk pembuangan tanah dalam (deep geological disposal) dan pembuangan dekat permukaan (near surface disposal). Secara prinsip tidak terdapat perbedaan persyaratan dalam pembuangan limbah NORM/TENORM dan pembuangan limbah radioaktif. Pembuangan limbah radioaktif yang masuk dalam kategori limbah aktivitas rendah dan sedang mengikuti persyaratan:
- Lokasi pembuangan limbah radioaktif tidak dekat dengan lokasi pensuplai air minum masyarakat.
- Lokasi pembuangan limbah diperlengkapi dengan sistem saluran air sehingga air genangan tidak akan atau jarang terjadi.
- Tanah lokasi mempunyai kapasitas yang cukup seperti halnya kapasitas pertukaran ion.
- Kedalaman pembuangan limbah harus selalu memperhatikan water Tabel.
- Aliran air tanah pada lokasi limbah bergerak lambat (sekitar beberapa centimeter per hari)
- Tanah lokasi pembuangan dimiliki oleh negara.
Untuk limbah radioaktif tingkat rendah dapat digunakan metode 'dump and fill' yang dapat diaplikasikan untuk limbah NORM atau TENORM dengan persyaratan lokasi antara lain:
- Adanya 'vault' yang didesain untuk melindungi manusia dan lingkungannya dari efek merusak dari radiasi.
- Faktor keselamatan pekerja dan masyarakat harus diperhatikan selama periode sebelum penutupan.
- Periode sebelum penutupan lokasi pembuangan mampu memberikan keuntungan sebesar-besarnya dan kerugian seminimal mungkin bagi lingkungan sekitar.
- Terdapat prediksi migrasi, potensi bahaya, kemampuan wadah limbah di lokasi pembuangan menggunakan suatu model komputer, sehingga dapat diramalkan potensi gerakan radionuklida dari lokasi limbah melewati geosphere le biosphere dan akhirnya ke manusia.
Terdapat opsi lain yang menarik dari pembuangan limbah yaitu pembuangan di tanah dalam untuk NORM/TENORM, atau pembuangan di formasi geologi. Lokasi tersebut memberikan perisai, sekaligus penghalang terhadap intervensi atau gangguan manusia. Terdapat banyak media yang berpotensi sebagai tempat pembuangan limbah, yaitu sedimentary clay, tuff, basalt, salt dan lain sebagainya.
Pembuangan limbah radioaktif ke laut sudah lama ditinggalkan, meskipun ada berita pada tahun 1992 bahwa Uni Soviet membuang limbah radioaktif tingkat tinggi ke laut selama tiga dekade. Kegiatan pembuangan limbah radioaktif ke laut dimulai sejak 1946, dan kemudian menjadi sangat populer. Namun sejak 1972, ada konvensi London sebagai langkah awal pelarangan pembuangan limbah radioaktif ke laut, dan ditegaskan lagi pada konvensi tahun 1993 akibat kekawatiran dampak kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Terdapat opsi yang lain yaitu pembuangan limbah radioaktif ke bekas lokasi pertambangan. Hal ini harus diikuti dengan desain penyimpanan (storage) sehingga mencegah radionuklida keluar dari wadahnya. Namun hal yang menarik dari opsi ini adalah bahwa pergerakan radionuklida akan sangat lambat di lokasi bekas tambang, sehingga lokasi ini menjadi sangat atraktif sebagai tempat pembuangan limbah NORM/TENORM.
Pembuangan limbah radioaktif ke laut sudah lama ditinggalkan, meskipun ada berita pada tahun 1992 bahwa Uni Soviet membuang limbah radioaktif tingkat tinggi ke laut selama tiga dekade. Kegiatan pembuangan limbah radioaktif ke laut dimulai sejak 1946, dan kemudian menjadi sangat populer. Namun sejak 1972, ada konvensi London sebagai langkah awal pelarangan pembuangan limbah radioaktif ke laut, dan ditegaskan lagi pada konvensi tahun 1993 akibat kekawatiran dampak kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Terdapat opsi yang lain yaitu pembuangan limbah radioaktif ke bekas lokasi pertambangan. Hal ini harus diikuti dengan desain penyimpanan (storage) sehingga mencegah radionuklida keluar dari wadahnya. Namun hal yang menarik dari opsi ini adalah bahwa pergerakan radionuklida akan sangat lambat di lokasi bekas tambang, sehingga lokasi ini menjadi sangat atraktif sebagai tempat pembuangan limbah NORM/TENORM.
KESIMPULAN
NORM dan TENORM dihasilkan di banyak industri, dan ini sudah menjadi perhatian di beberapa negara maju. Meskipun masih ada kegamangan dalam regulasi, namun Uni Eropa maupun Amerika Serikat mulai membatasi ruang untuk pembuangan limbah yang mengandung NORM/TENORM. Sebagaimana halnya limbah radioaktif hasil kegiatan aplikasi energi nuklir, maka pembuangan limbah NORM/TENORM menjadi suatu studi khusus mengingat kontroversi apakah limbah NORM/ TENORM bisa masuk dalam kategori limbah radioaktif.
Indonesia baru secara serius memperhatikan masalah NORM/TENORM pada 4 tahun terakhir, meskipun regulasi atau perundang-undangan belum ada yang secara langsung menyinggung penanganan NORM dan TENORM. Dengan memperhatikan situasi sosial dan ekonomi Indonesia, maka permasalahan NORM dan TENORM harus diangkat secara hati-hati.
NORM dan TENORM dihasilkan di banyak industri, dan ini sudah menjadi perhatian di beberapa negara maju. Meskipun masih ada kegamangan dalam regulasi, namun Uni Eropa maupun Amerika Serikat mulai membatasi ruang untuk pembuangan limbah yang mengandung NORM/TENORM. Sebagaimana halnya limbah radioaktif hasil kegiatan aplikasi energi nuklir, maka pembuangan limbah NORM/TENORM menjadi suatu studi khusus mengingat kontroversi apakah limbah NORM/ TENORM bisa masuk dalam kategori limbah radioaktif.
Indonesia baru secara serius memperhatikan masalah NORM/TENORM pada 4 tahun terakhir, meskipun regulasi atau perundang-undangan belum ada yang secara langsung menyinggung penanganan NORM dan TENORM. Dengan memperhatikan situasi sosial dan ekonomi Indonesia, maka permasalahan NORM dan TENORM harus diangkat secara hati-hati.
DAFTAR PUSTAKA
- International Atomic Energy Agency, Radioactive Waste Management Status and Trends No.1, IAEA, Vienna, 2001.
- International Atomic Energy Agency, Radioactive Waste Management Status and Trends No.2, IAEA, Vienna, 2002.
- United States Environmental Protection Agency, http:www.epa.gov/rpdwen00/tenorm/, EPA, 2002
- Bhattacharyya, D.K., Issues in the disposal of waste containing naturally occurring radioactive material, Applied Radio Isotop, Vol. 49, No.3, 1998
- Hutchinson, D.E. et al, Near surface Disposal of Concentrated NRM Waste, Applied Radio Isotop, Vol. 49, No.3, 1998
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 tahun 2002 tentang PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF.
- International Atomic Energy Agency, Proceedings of Radioactive Wastes from Non-Power Application- Sharing the Experience, Malta, 5-9 November 2001.
0 komentar:
Posting Komentar
Jazakallah