Ketika dunia menjadi tujuan utama seseorang maka yang ada di benaknya adalah bagaimana mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, untuk menafkahi keluarga dan bekal di hari tuanya. Saat itulah rasa ego mulai mengotori hatinya hingga akhirnya jiwa kasih sayang kepada sesama muslim mengalami erosi. Hubungan antar sesama menjadi sangat formal dan kaku, bahkan seringkali dingin dan tanpa melibatkan rasa cinta. Hingga jangankan mengucap salam dan bertegur sapa, melihat saja sudah enggan. Terlucutinya rasa kasih sayang ini sejatinya bisa menggerus keimanan kita hingga menjauhkan kita dari jannah-Nya. Padahal sebenarnya jika kita mau mengucap salam niscaya akan tumbuh pada diri kita rasa kasih sayang. Rasulullah SAW pernah bersabda:
لاَ تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan tidak akan sempurna iman kalian hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kalian pada sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi menyebutkan bahwa ucapan salam merupakan pintu pertama kerukunan dan kunci pembuka yang membawa rasa cinta. Dengan menyebarkan salam, semakin kokoh kedekatan antara kaum muslimin, serta menampakkan syi’ar mereka yang berbeda dengan para pemeluk agama lain. Di samping itu, di dalamnya juga terdapat latihan bagi jiwa seseorang untuk senantiasa berendah diri dan mengagungkan kehormatan kaum muslimin lainnya.
Masuk rumah dengan ucapan salam
Rasulullah SAW pernah memberikan wejangan kepada Anas bin Malik RA: “Wahai anakku, jika kamu mau masuk menemui keluargamu, ucapkanlah salam, niscaya akan menjadi berkah bagimu dan bagi keluargamu.” (HR. At-Tirmidzi, dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam Al Kalim Ath Thayyib)
Tuntunan yang bagus ini perlu dibiasakan pada anggota keluarga kita: bapak, ibu, saudara atau istri dan anak-anak kita. Karena kebanyakan kita hanya mau mengucapkan salam ketika masuk ke rumah orang lain sedang ketika masuk rumah sendiri langsung nylonong begitu saja tanpa ucapan salam. Hingga wajarlah jika rumah kita gersang karena jauh dari barakah Allah.
Budaya titip salam
Seakan menjadi budaya jika kita bertemu dengan seseorang kemudian dia menceritakan teman kita yang sudah lama tidak bertemu, kita pasti nitip salam untuknya sebelum berpisah. Adakah salaf shaleh pernah mencontohkannya?
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah menyampaikan salam dari malaikat jibril untuk istri beliau, Aisyah RA.
Dari Aisyah ra ia berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: “Wahai Aisyah, ini Malaikat Jibril, dia mengucapkan salam padamu.” Aisyah berkata: “Aku jawab, wa’alahissalam wa rahmatullah (semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurahkan untuknya), engkau dapat melihat apa yang tidak kami lihat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka apabila ada teman, saudara, kerabat, keluarga atau siapa saja yang titip salam melalui seseorang kepada kita, maka kita wajib menjawabnya. Lantas bagaimana cara menjawabnya? Pertama bisa dengan cara sebagaimana yang tersebut dalam hadits di atas yaitu, wa ‘alaihis salam saja. Atau dengan cara yang kedua yaitu juga mendoakan orang yang membawa salam tersebut dengan ucapan wa ‘alaika wa ‘alaihis salam. Dalilnya adalah sebuah hadits:
Dari Ghalib RHM ia berkata: “Ketika kami sedang duduk bersama di pintu Hasan Al-Bashri ada seorang laki-laki yang muncul seraya berkata, “Bapakku menceritakan kepadaku dari kakekku. Ia mengatakan, “Bapakku mengutusku untuk menemui Rasulullah SAW, ia berkata, “Datangilah Rasulullah SAW dan ucapkan salam kepadanya.” Aku lalu mendatangi beliau dan berkata, “Sesungguhnya bapakku menitipkan salam untukmu.” Beliau lalu bersabda: “Alaikassalam wa ‘ala abiikassalam.” (semoga keselamatan tercurahkan kepada kamu dan bapakmu). (Hadits hasan riwayat Abu Dawud).
Akan tetapi, ulama menjelaskan bahwa mendoakan orang yang menyampaikan salam hukumnya sunnah (dianjurkan). Ibnu hajar Al Asqalani RHM berkata, “Dan dianjurkan untuk mendoakan orang yang menyampaikan salam.”
Meski ada dalil yang menyebutkan tentang disyareatkannya menitip salam, namun lebih baik seseorang tidak membebani orang lain dengan titipan salam ini, karena terkadang menyusahkan orang yang diamanahi. Seperti perkataan seseorang, ‘Sampaikan salamku kepada semua ikhwah (teman-teman).” Jika menjawab ‘ya’ maka ia terkena kewajiban untuk menyampaikan, karena itu adalah sebuah amanat yang mesti ditunaikan padahal boleh jadi hal itu akan memberatkan baginya. Maka lebih baik orang yang mendengarnya diam saja atau mengatakan ‘Iya, kalau aku ingat,’ atau ucapan yang semisal ini. Demikian fatwa yang disampaikan oleh syaikh Utsaimin.
Tidak hanya kepada yang dikenal
Diantara tanda dekatnya hari kiamat ialah adanya orang-orang yang hanya mau mengucap salam pada orang yang dikenalnya saja.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat ialah manusia tidak mau mengucapkan salam kecuali kepada orang yang dikenalnya saja”. (HR. Ahmad)
Nabi SAW menganjurkan menyebarkan salam kepada orang yang dikenal maupun tidak. Pernah seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, “Islam manakah yang lebih baik?” Beliau bersabda, “Kamu memberikan makanan dan mengucapkan salam atas orang yang kamu kenal maupun tidak.” (HR. Bukhari)
Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk bermurah hati dalam menyebarkan salam, sehingga tidak digolongkan sebagai manusia yang paling bakhil dan paling lemah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Sungguh manusia yang paling bakhil adalah siapa yang bakhil mengucapkan salam, dan manusia yang paling lemah adalah yang tidak mampu mengucapkan doa.” (HR. Ibnu Hibban dalam As Shahih).
Wallahu A’lam.
0 komentar:
Posting Komentar
Jazakallah