Kota Istanbul di Turki, memiliki sejarah yang panjang. Ketika mendengar nama kota ini disebut segera yang terbayang dibenak kita ialah gambaran kebesaran imperium Utsmani. Dan memang, di kota ini banyak terdapat situs peninggalan kekaisaran Turki Utsmani. Situs-situs bersejarah itu menginformasikan betapa besar dan kuatnya Turki Utsmani di bawah para khalifahnya untuk menembus wilayah-wilayah Eropa membawa agama Islam.
Kota ini didirikan pada abad ke-7 SM. Pada tahun 330 M, kota itu dijadikan sebagai ibu kota Romawi oleh Konstantin di tempat koloni Yunani kuno bernama Bizantium, dan dinamakan Konstantinopel untuk sang kaisar. Kota ini menjadi ibukota timur bagi Kekaisaran Romawi dan kemudian menjadi ibukota Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 395 M. Pada tahun 1453 M, Konstantinopel berhasil direbut oleh Kesultanan Utsmani di bawah pimpinan Sultan Muhammad II.
Peristiwa bersejarah ini merupakan salah satu bukti kebenaran nubuwat Rasulullah saw. Sebab, beliau pernah bersabda bahwa Konstantinopel akan dikuasai oleh umat Islam. Dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan bahwa Abdullah bin Amru bin Ash ditanya, “Yang manakah di antara kedua kota ini yang ditaklukkan terlebih dahulu? Konstantinopel ataukah Roma?” Maka beliau memerintahkan seseorang untuk mengambil sebuah kotak yang ada padanya. Lalu, kotak itu diberikan kepadanya. Dibukanya kotak itu dan dikeluarkannya secarik kertas. Lantas beliau berkata, “Ketika kami sedang menulis bersama Rasulullah saw, beliau ditanya: yang mana di antara kedua kota ini yang ditaklukkan terlebih dahulu. Konstantinopel ataukah Roma. Beliau menjawab, “Kota Heraklius terlebih dahulu, yakni Konstantinopel.”
Rasulullah telah mengucapkan kata-kata itu sejak 850 tahun sebelum pembebasan Konstantinopel terjadi. Dan Konstantinopel memang benar-benar ditaklukkan. Rasulullah juga memberi kabar gembira bahwa pasukan yang menaklukannya adalah sebaik-baik pasukan, sedangkan panglimanya adalah sebaik-baik panglima.
Menembus Eropa
Setiap pahlawan Islam selalu bercita-cita untuk menjadi orang yang dimaksud Rasulullah SAW dalam haditsnya sebagai panglima yang terbaik dan tentaranya tentara yang terbaik yang mampu membebaskan Kontantinopel.
Sejak Rasulullah SAW masih hidup, beliau sudah berupaya mengajak penguasa Konstatinopel agar mau memeluk Islam. Selembar surat ajakan masuk Islam dari nabi SAW telah diterima Kaisar Heraklius di kota ini.
Dari Muhammad utusan Allah kepada Heraklius Raja Romawi.
Bismillahirrahmanirrahim, salamun ‘ala manittaba’al-huda. Amma ba’du,
“Sesungguhnya Aku mengajak anda untuk memeluk agama Islam. Masuk Islam-lah, maka Anda akan selamat dan Allah akan memberikan Anda dua pahala. Namun jika Anda menolak, Anda harus menanggung dosa orang-orang Aritsiyyin.”
Dikabarkan bahwa saat menerima surat, Kaisar Heraklius cukup menghormati dan membalas dengan mengirim hadiah penghormatan. Namun dia mengaku bahwa dirinya belum siap memeluk Islam.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar ra, Khalid bin Walid dikirim sebagai panglima perang menghadapi pasukan Romawi. Khalid memang mampu membebaskan sebagian wilayah Romawi dan menguasai Damaskus serta Palestina (Al-Quds). Tapi tetap saja ibukota Romawi Timur saat itu, Konstantinopel, masih belum tersentuh.
Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, pahlawan Islam yang merebut Al-Quds kembali dari tangan Romawi sekalipun, masih belum mampu membebaskan Konstantinopel. Padahal beliau pernah mengalahkan serangan tentara gabungan dari Eropa pimpinan Richard yang berjuluk The Lion Heart dalam perang Salib.
Dan sejarah memperlihatkan, ternyata sosok yang disebut oleh Rasulullah dalam hadits itu ialah Sultan Muhammad Al-Fatih. Tidak mudah memang untuk membebaskan Konstantinopel. Kotanya cukup unik, karena berada di dua benua, Asia dan Eropa. Di tengah kota ada selat Bosporus yang membentang, ditambah benteng-benteng yang cukup merata.
Tetapi Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah menyerah. Sejarah mencatat beliau telah memerintahkan para pakar dan insinyurnya untuk membuat sebuah sebuah meriam raksasa. Dengan peluru logam baja, suaranya mampu menggentarkan nyali musuh. Meriam ini mampu menembak dari jarak jauh serta meluluh-lantakkan benteng Bosporus. Ini adalah senjata tercanggih kala itu.
Konstantinopel berhasil ditaklukkan dengan kerja keras luar biasa. Konstantin sendiri pun terbunuh dalam perang itu. Meski Konstantin adalah seorang Kristen, tapi sikap satrianya di medan perang patut dicontoh. Ia terbunuh sebagai perwira. Ia terbunuh saat bertempur di atas kudanya di jalan raya Konstantinopel. Mampukah kepala negara di setiap negeri muslim hari ini berbuat hal yang sama seperti Konstantin yang Nasrani itu?!
Sang Pembebas
Muhammad Al-Fatih, dari sisi keshalihannya, disebutkan bahwa beliau tidak pernah meninggalkan tahajud dan shalat rawatib sejak baligh hingga saat wafat. Dan kedekatannya kepada Allah SWT ditularkan kepada tentaranya.
Itulah barangkali kunci utama keberhasilan beliau dan tentaranya dalam menaklukkan kota yang dijanjikan nabi SAW. Rupanya kekuatan beliau bukan terletak pada kekuatan fisik semata. Tapi dari sisi hubungan kepada Allah, nyata bahwa beliau dan tentaranya sangat menjaga kedekatan lewat shalat fardhu, shalat malam (qiyamul lail) dan ibadah sunnah lainnya.
Karena prestasinya menaklukkan Konstantinopel, Muhammad kemudian mendapat gelar Al-Fatih, Sang Pembebas. Namun orang Barat menyebutkan The Conqueror, Sang Penakluk. Ada kesan bila menggunakan kata “Sang Penakluk” bahwa beliau seolah-olah penguasa yang keras dan kejam. Padahal gelar yang sebenarnya dalam bahasa Arab adalah Al-Fatih. Artinya ‘pembuka’ atau ‘pembebas’. Kata ini terkesan santun dan beradab. Karena pada hakikatnya, yang beliau lakukan bukan penaklukan atau penindasan, melainkan pembebasan menuju kepada iman dan Islam.
Yang lebih menarik, meski beliau punya kedudukan tertinggi dalam struktur pemerintahan, namun karena keahlian beliau dalam ilmu strategi perang, hampir seluruh perjalanan jihad tentaranya beliau pimpin secara langsung. Bahkan beliau tetap berangkat berjihad kendati sedang menderita sakit.
Islambul
Dalam Fie Zhilali Surati at-Taubah (Di Bawah Naungan Surat At-Taubah), Dr. Abdullah Yusuf Azzam menulis bahwa setelah membebaskan Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih mengubah nama kota ini menjadi Islambul yang berarti Kota Islam.
Jadi, sebetulnya bukan Istanbul seperti kita kenal sekarang. Penyebutan Istanbul muncul dari orang Barat. Karena merasa berat dan risih mendengar kata Islam, maka mereka menyebutnya sebagai Istanbul. Dalam buku itu, Dr. Abdullah Azzam juga mengajak, “Kalau kita ingin menghilangkan nama Konstantinopel, maka sebut kota ini sebagai Islambul, bukan Istanbul.”
Hingga kini Islambul terus menjadi kota terbesar (dan mungkin juga kota terpenting) bagi Turki, sekalipun yang menjadi ibukota Turki adalah Ankara.*(hafizh/berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar
Jazakallah