Pertanyaan :
Assalamu'alaikum, Ustadz..
Ana mau tanya tentang persoalan mahram dari sebab pernikahan. Apakah mahram kita juga menjadi mahram bagi istri kita? Misalnya:
1) Apakah kita boleh berjabat tangan dengan ibu mertua kita dan bagaimana juga dengan anak perempuannya?
2) Kita punya paman (dari saudara ayah/ibu), apakah paman tersebut menjadi mahram bagi istri kita? Terus apakah istri kita (dalam Islam) boleh berjabat tangan dengannya?
dari Mursalim
Jawaban:
بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد؛
Wa'alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuh
Alhamdulillah
Kemahraman dalam islam disebabkan oleh tiga hal: nasab (keturunan), persusuan, dan mushaharah (pernikahan) berdasarkan firman Allah Ta’alaa:
قال الله تعالى : ( حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا * وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ ) النساء/23 ، 24
Artinya: 23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian [QS An-Nisa: 23-24].
Syeikh As-Sa’die rahimahullah berkata: termasuk dalam firman-Nya: (dihalalkan bagi kamu selain yang demikian) semua yang tidak disebutkan dalam ayat ini, karena itu halal baik, dan yang haram terbatas dan yang halal tidak ada batasannya, sebagai kelembutan dari Allah rahmat dan kemudahan bagi hamba-Nya) [Tafsir As-Sa’die hal:174].
Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu `anhu, ia berkata, “Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab.” (HR. Bukhari 3/222/ 2645 dan Muslim 2/1068/ 1447)
Adapun pertanyaan pertama apakah ibu mertua termasuk mahram maka jawabannya benar, karena ada hubungan pernikahan dengan anaknya sedangkan anak perempuan ibu mertua maka dia bukanlah mahram bagi kita karena tidak ada yang menyebabkan kemahraman.
Sedangkan pertanyaan kedua yaitu mengenai paman kita apakah dia juga mahram bagi istri kita maka jawabannya tidak karena tidak ada yang menyebabkan kemahraman karena kemahraman karena pernikahan bagi laki-laki hanya berlaku bagi istri ayah (ibu tiri), istri anak (mantu) dan ibu istri (mertua) termasuk nenek kandung istri.
Adapun bagi wanita adalah suami ibu (ayah tiri), suami anak (mantu) dan ayah suami (mertua) termasuk kakek kandung suami.
Adapun mereka yang termasuk mahram karena tiga sebab diatas maka boleh berjabat tangan atau tidak berhijab, sedangkan yang bukan mahram maka mereka dihalalkan menikahinya sehingga harus berhijab dan tidak boleh bersentuhan maupun berjabat tangan berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu anhu: (Lebih baik seseorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi dikepalanya dari pada menyentuh wanita asing) HR Imam At-Thabrani dan Al- Baihaqi dan Al-Hafidz Al-Mundziri berkata: para perawi At-Thabrani tsiqoh.
Wallahu A’lam bishowab
Catatan: Seluruh jawaban pertanyaan dalam kolom Konsultasi Syariah merupakan hasil ijtihad / pendapat murni penjawab yang terkait dan tidak merepresentasikan Muslimdaily.net. Antara satu ustadz dengan ustadz yang lain tidak terdapat hubungan sama sekali. Masing-masing mungkin memiliki pandangan / pendapat yang berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar
Jazakallah