Nilai Islam itu ibarat emas di antara pasir. Emas-emas itu akan tampak jika didulang. Semakin teliti mendulangnya, semakin jelas kilau indahnya. Tapi jika hanya dilihat dari kejauhan, atau bahkan tak dipedulikan, adakalanya orang hanya akan berpikir, ini hanyalah pasir biasa yang tidak ada apa-apanya.
Coba kita renungkan. Dalam kisah-kisah muallaf, hampir seluruhnya memiliki plot yang sama. Rata-rata menemukan hidayah setelah mempelajari Islam terlebih dahulu, sesederhana apapaun. Bahkan tidak sedikit yang memulai penelitiannya justru karena dorongan kebencian, dendam dan keinginan untuk mencari celah dan kesalahan dalam Islam. Tapi yang mereka temukan justru emas yang berkilau hingga hati mereka pun tak sanggup mengingkari keindahan yang terkandung di dalamnya.
Namun sebaliknya, yang sudah merasa memiliki Islam tapi hanya melihatnya dari kejauhan; enggan mendalami dan malas mempelajari, tidak sedikit dari mereka yang akhirnya hanya melihat Islam tak lebih dari pasir kuning biasa. Islam hanya dianggap agama yang tak jauh beda dari agama yang ada. Lalu, merekapun menjualnya dengan harga yang sangat murah. Mereka tukar keislaman mereka dengan kenikmatan dunia yang fana.
Orang-orang keluar dari Islam padahal Islam telah mereka peluk sekian lama, hampir semuanya karena dunia. Ada yang dengan entengnya membuang Islamnya karena calon isterinya beda agama, meninggalkan Islam agar mendapat dukungan meraih jabatan, meninggalkan Islam karena gerojokan dana dan sampai cuma gara-gara sembako. Kalaupun ada yang bercerita, ia meninggalkan Islam karena mendapat ‘hidayah’ setelah mempelajari agama lain, dijamin orang tersebut pasti sebelumnya buta terhadap Islam atau mendapat pemahaman Islam yang salah. Ini karena Islam adalah kebenaran yang hakiki, emas sejati yang tak satupun jiwa suci manusia mengingkari kebenaranya.
Dan hari ini, manakala Islam banyak dijauhi, kemurtadan pun semakin sering terjadi. Begitu gampangnya seseorang melepaskan tali Islamnya. Dengan sekali urai, atau sedikit demi sedikit. Yang lebih parah adalah yang telah melakukan kekafiran tapi tak sadar dan masih menganggap dirinya muslim. Misalnya, mengaku Islam tapi nabinya bukan nabi Muhammad SAW.
Sebuah fenomena yang rasa-rasanya sangat cocok dengan apa yang diprediksikan oleh Nabi SAW sebagai fitnah akhir zaman.
عنأبيهريرة – رضياللهعنه – : أنرَسُولالله – صلىاللهعليهوسلم – ،قَالَ : (( بَادِرُوابِالأعْمَالفتناًكقطَعِاللَّيْلِالمُظْلِمِ،يُصْبحُالرَّجُلُمُؤْمِناًوَيُمْسِيكَافِراً،وَيُمْسِيمُؤمِناًويُصبحُكَافِراً،يَبيعُدِينَهُبعَرَضٍمِنَالدُّنيا.
Dari Abu Hurairah RDH, Rasulullah bersabda, “Segeralah beramal sebelum datang fitnah-fitnah laksana potongan-potongan malam yang gelap. Seseorang pada pagi hari mukmin, tapi sore hari kafir, atau sore masih mukmin, paginya sudah kafir. Ia jual agamanya dengan ganti sekelumit kenikmatan dunia.”(HR. muslim)
Imam an Nawawi menjelaskan di dalam kitab Syarh Shahih Muslim, maksud hadits ini adalah hendaknya segera melakukan kebaikan sebelum datangnya suatu fitnah yang bertubi-tubi dan membawa kegelapan sebagaimana malam tanpa rembulan. Rasulullah SAW menyebutkan salah satu bentuk fitnah itu adalah cepatnya seseorang keluar dari Islam, pagi masih mukmin dan sorenya sudah kafir atau sebaliknya. Ia rela menjual agamanya demi sejumput kenikmatan duniawi.
Beliau SAW memerintahkan agar segera melakukan kebaikan karena fitnah-fitnah akhir zaman akan mempersulit orang untuk melakukannya. Di akhir zaman, Islam dipreteli, dikritisi lalu digugat dan dicitraburukkanagar diganti atau dipahami tidak sebagaimana ajaran Nabi SAW.Bukan hanya hal-hal besar mengenai teori ketuhanan, konsep masyarakat ideal atau sistem negara dan jilbab saja, hal-hal remeh semacam jenggot dan celana cingkrang pun tak luput dari sasaran. Semua ini akan mempersulit seseorang untuk melaksanakan agamanya.
Kemurtadan yang merajalela sebagaimana disebutkan dalam hadits, membuat suasana menjadi kian runyam. Kalau orang-orang sudah tega menjual agamanya demi dunia, kehancuran akan segera melanda. Tak bisa dibayangkan betapa sulitnya menjalankan Islam, apalagi secara menyeluruh (kaffah) pada saat orang-orang Islam di sekitar sudah tidak lagi menghargai keislamannya.
Fenomena mudahnya manusia keluar dari agamanya bukan hanya berupa kasus pindah agama saja, seperti yang terjadi di pelosok yang menjadi proyek kristenisasi. Tersebarnya pluralisme, liberalisme dan paham-paham sesat seperti aliran Nabi palsu juga merupakan virus yang dapat membuat seorang muslim keluar dari Islam dengan cepat dan tanpa sadar. Sebab, paham-paham ini akan membonsai Islam sedemikian rupa hingga sekedar tumbuh pun tidak bisa sebelum akhirnya mati.Dan untuk ini, musuh-musuh Islam rela menggelontorkan dana besar bagi siapapun yang mau jadi juru dakwahnya.
Fenomena ini mirip atau bahkan merupakan episode lanjutan dari apa yang terjadi di zaman Ibnu Taimiyah di mana Islam saat itu dirusak dengan ilmu filsafat. Saking cepatnya virus filsafat merusak iman seseorang, Beliau sampai mengatakan, “ Yang belajar filsafat di pagi hari, sore harinya pasti sudah gila.” Sama dengan liberlisme dan yang semisal. Setelah mempelajarinya dan mengidap virusnya seseorang akan segera gila karena menganggap semua agama benar, al Quran boleh dikritik dan suka mengotak-atik syariat demi hawa nafsunya.
Meskipun hari ini fitnah-fitnah itu sudah membombardir kita saban hari, bukan berarti sabda Nabi SAW di atas sudah tak relevan lagi. Justru anjuran beliau dalam hadits tersebut sangat sesuaidengan konteks yang kita hadapi.Kita harus segera beramal dan melaksanakan Islam secara kaffah, sekuat tenaga. Sebab, kian hari, fitnah ini bukannya berkurang tapi justru berpotensi besar kian menjadi-jadi. Saat itu akan semakin sulit bagi kita untuk menjalankan Islam secara maksimal. Kejahiliyahan semakin merajalela sedang para ulama yang benar-benar mumpuni dalam agama kian jarang adanya. Mereka wafat dan tiada pengganti. Jika sekarang saja banyak yang berani melecehkan syariat dan Nabi Muhammad SAW, tak terbayangkan 10 tahun yang akan datang kelancangan seperti apa yang bakal dilakukan. Wallahulusta’an, semoga Allah melindungi iman kita. (anwar)
http://www.arrisalah.net/
0 komentar:
Posting Komentar
Jazakallah