"Akhi, apabila ana sudah ada target (terhadap seorang akhwat), apa yang mesti ana lakukan?"
Spontan kami menjawab:
"Ya sudah, datangi langsung orang tuanya".
Jawaban terhadap ikhwan tersebut memang terkesan sederhana: mendatangi orang tua. Namun ia butuh penjelasan lebih rinci, diantaranya yakni sejauh mana kesiapan si ikhwan, baik dari segi mental, ilmu dan finansial.
Bicara tentang pernikahan, terlebih untuk kalangan remaja memang masih dipandang tabu dan belum layak untuk diperbincangkan.
Namun pandangan ini perlahan mesti di ubah, karena manakala seorang remaja telah mencapai keadaan baligh serta memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis, maka orang tua atau lingkungan mesti mulai mengarahkan pada persiapan dan menyegerakan pernikahan, ini lebih baik daripada ia sampai dijebak oleh lingkungan yang tidak baik, sehingga akan terarahkan pada pacaran yang sudah jelas keharamannya, na'udzubillah.
Seorang Ustadz bahkan pernah berujar pada kami: "Nggak ada yang namanya pernikahan dini, yang ada kita yang menganggapnya dini".
Kami tersentak dengan pernyataan ini, dan dalam hati sepakat terhadap pernyataan beliau.
Dalam lingkungan sekolah, kampus atau organisasi yang melibatkan kaum ikhwan dan akhwat, adakalanya terjadi cinlok alias cinta lokasi. Di satu sisi ini adalah kewajaran sebagai fitrah insan, namun di sisi lain hal ini bisa muncul sebab kurang bisanya kedua pihak mengontrol interaksi satu sama lain.
Manakala kebanyakan kita sekarang menganggap nikah muda sebagai suatu keanehan, maka dipopulerkan-lah istilah pacaran oleh musuh-musuh Islam, yang kini dianggap sebagai keharusan bagi para remaja. Padahal ulama sejagat telah menyepakati bahwa pacaran sebelum pernikahan ialah haram.
Lalu, jika suatu hal yang haram dianggap wajar, maka mengapa sebuah kehalalan (yakni pernikahan) dianggap aneh?
Inilah pemikiran yang mesti kita tinjau ulang.
Pernah kami mendengar perkataan seorang Ustadz. Dalam sebuah forum beliau menyatakan bahwa apabila sepasang remaja yang belum menikah didapati berzina, ini ialah aib bagi mereka, keluarganya dan lingkungan. Sebaliknya apabila ada sepasang remaja yang berani menikah, maka marwah mereka mesti diangkat dan di puji, karena mereka telah menunjukkan komitmen untuk menjaga diri dan agama.
Maka, para remaja atau pemuda yang belum menikah yang sedang membaca tulisan ini mesti berpikir ulang: apakah menunggu sukses dulu baru menikah, atau ingin menyegerakan pernikahan?
Kalau ingin segera, maka persiapannya juga disegerakan.
Kembali pada si ikhwan diatas, sejujurnya kami senang dengan pertanyaannya. Karena bermakna, ia punya niat baik untuk menyempurnakan agama dan menjaga dirinya. Semoga Allah menyegerakan pernikahanmu, saudaraku.
Muhammad Hidayat
Ketikan dalam Perjalanan HTH, Senin/09 Syawal 1433 H – 27 Agustus 2012
Eramuslim.com